Kisah sebagai
Materi dan Metode dalam Pendidikan Islam; Kajian Tafsir Atas Surat Al Qasas
Ayat 76-84[1]
1.
Pendahuluan
Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman telah
dianugerahi oleh Allah beberapa mukjizat, mukjizat yang
paling agung adalah kitab suci Al Quran. Al Quran sebgai kitab suci Ummat Islam berisi
tentang ajaran yang diterima dari Allah.
Studi tentang kisah- kisah
dalam Al Quran merupakan studi yang luas cakupannya sebab seperempat atau lebih
dari Al Qur’an memuat tentang kisah-kisah. Al Quran memilki 30 jus, maka kisah
menempati hampir 8 juz. Dengan porsi tersebut menunjukkan bahwa kisah-kisah di
dalam Al Quran penting untuk dikaji.[2] Sehingga di dalamnya terdapat sebuah surat
bernama al Qishash. Satu surat tersebut tidak menafikan surat lain yang
berisi kisah karena selain yang terdapat dalam surat tersebut juga masih banyak
kisa-kisah yang terkandung dalam Al Quran Karim.
Sebagai wahyu,
kisah-kisah yang terkandung dalam Al Quran memiliki karakteristik masing-masing
yang berkaitan dengan sejarah. Menurut As Suyuti yang dikutip oleh Muhammad
Chirzin, Kisah di dalam Al Quran tidak dimaksudkan untuk mengingkari sejarah
lantaran sejarah dianggap salah dan membahayakan Al Quran, kisah-kisah dalam Al
Quran merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran kepada umat
manusia dan bagaimana mestinya manusia mengambil manfaat dari
peristiwa-peristiwa sejarah tersebut.
Oleh karena itu
kisah dalam Al-Qur’an memiliki makna tersendiri bila dibandingkan isi kandungan
yang lain. Maka perlu kiranya kita sebagai umat Islam untuk mengetahui isi
kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an sehingga kita dapat mengambil pelajaran dan
mengetahui relevansi kisah Al-Qur’an dalam pendidikan.
2.
Kisah
Dari segi bahasa, kata
kisah berasal dari bahasa arab qashshu
atau qishshotu yang
berarti cerita. Kata tersebut sepadan dengan tatabbu’ul atsrari yaitu
pengulangan kembali hal masa lalu. Dari segi istilah, kisah berarti
berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa yang saling
berturut-turut. Qashshash Al Quran adalah pemberitaan Al Quran mengenai hal
ikhwal umat terdahulu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-
peristiwa yang telah terjadi.[3]
Menurut Hasbi al-Shididiy qishahul
quran adalah kabar-kabar al-qur’an mengenai keadaan umat yang telah lalu
dan kenabian masa dahulu serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Dari pengertian
yang dikemukakan diatas dipahami bahwa kisah yang ditampilkan Al Qur’an adalah kisah yang pernah
terjadi di masa lampau untuk dijadikan pelajaran dan petunjuk bagi setiap orang untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.
Al Quran banyak
mengandung kejadian di masa lalu, Al Quran menceritakan keadaan zaman dulu
dengan cara yang menarik sehingga membuat pembaca dan pendengar tertarik untuk
mengkaji ayat-ayat tentang kisah. Kisah yang ditampilkan disesuaikan dengan
maksud dan tujuan, oleh karena itu terkadang ada beberapa ayat yang
diulang-ulang dalam mengisahkan suatu peristiwa.
Dengan demikian sebagaimana dinyatakan oleh Sayyid Qutb dan dikutib oleh Nasarudin Umar
menjelaskan bahwa jenis-jenis kisah dalam Al Quran adalah sebagai berikut[4]:
a.
Kisah-kisah
para Nabi, meliputi dakwah Nabi, mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah kepada
para Nabi, perjalanan dakwah dan perkembangannya dan akibat yang menimpa orang beriman dan
orang yang mendustakan para nabi. Kisah-kisah para nabi tersebut menjadi
informasi yang sangat berguna bagi upaya meyakini para Nabi dan rosul Allah,
selain itu kisah para Nabi juga bisa dijadikan teladan bagi kehidupan
seseorang. Keteladanan diperlukan agar seseorang memiliki sosok yang bisa dijadikan
idola.
b.
Kisah-kisah
Qur’ani yakni berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi di waktu
lampau seperti kisah ashabul kahfi, zul qarnain ashabus sabt, kisah maryam dan
sebagainya. Kisah tersebut ada yang patut kita
teladani dan tidak perlu diteladani..
c. Kisah- kisah yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Seperti perang uhud, Badr, kisah hijrah, Isra’ Mi’raj dan lain-lain. Kisah-kisah tersebut digunakan untuk memantapkan keyakinan dan keimanan Ummat.
Menurut Manna’ Khalil Al Qaththan yang dikutip
oleh Muhammad Chirzin menyatakan bahwa penyajian kisah-kisah dalam Al Quran
megandung beberapa hikmah, diantaranya[5]: pertama, menjelaskan balaghah Al Quran dalam tingkat paling
tinggi. Kedua, menunjukkan kehebatan Al Quran. Ketiga, mengundang
perhatian yang besar terhadap kisah agar pesan yang terkandung lebih mantap dan
melekat dalam jiwa. Keempat, penyajian kisah dalam ayat ayat Al Quran
menunjukkan perbedaan tujuan.
Sebagaimana dikatakan Sayyid Qutb yang dikutip
oleh Nasarudin Umar menyatakan bahwa kisah-kisah Al Quran memiliki tujuan untuk[6]:
a. Menguatkan Aqidah ke dalam
diri Muhammad dan umat Islam pada umumnya, merangsang akal, menghidupkan hati.
Ketga hal tersebut merupakan elemen yang paling asasi. Ketiga elemen itu akan
menyerap kisah-kisah Al Quran sebab kisah-kisah tersebut dijelaskan dalam
kerangka uluhiyah Tuhan yang meliputi keesaan, keadilan, kekuatan, hikmah dan
cinta Tuhan kepada hamba-hamba_Nya.
b. Menguatkan kebenaran wahyu
dan risalah. Nabi Muhammad yang semula tidak bisa menulis dan membaca (ummi), tidak mengetahui tentang kisah-kisah
dari kaum Nasrani dan Yahudi bisa mengetahui melalui kisah yang ada dalam
ayat-ayat Al Quran.
c.
Menjelaskan bahwa agama berasal dari Allah, dari masa Nabi Nuh hingga
Nabi Muhammad. Kebanyakan kisahpara Nabi terdapat dalam satu surat dengan alur
cerita tertentu hal tersebut bertujuan untuk menguatkan aqidah dan jiwa.
d. Menjelaskan bahwa semua
agama memiliki asas yang tunggal, karena semua agama berasal dari satu Tuhan,
sehingga ditetapkan aqidah yang asasiyah yakni iman kepada Allah.
e.
Menjelaskan adanya hubungan antara agama Muhammad dan agama Ibrahim
dengan sifat-sifat tertentu dan agama-agama Israel dengan sifat yang umum.
f.
Menjelaskan bahwa Allah menolong para Nabi di akhir-akhir dan
menghancurkan para pembohong sehingga lebih menguatkan hati Nabi Muhammad dan
berpengaruh di dalam jiwa-jiwa orang yang mnyeru kepada keimanan.
g. Menjadi pembenaran akan
adanya kabar baik dan pemberi peringatan.
h. Menjelaskan akan nikmat Allah
terhadap para Nabi.
i.
Menjadi peringatan kepada anak-anak Adam agar tidak terperangkap dalam
jurang setan dan permusuhan-permusuhan.
j.
Menunjukkan kuasa Allah atas segala penciptaannya, penciptaan Adam, Isa
dan sebagainya.
Kisah-kisah
dalam Al-Qur’an merupakan salah satu cara yang dipakai Al-Qur’an untuk
mewujudkan tujuan yang bersifat agama. Al-Qur’an sebagai kitab dakwah agama dan
kisah menjadi salah satu medianya untuk menyampaikan dan memantapkan dakwah
tersebut. Oleh karena tujuan yang bersifat religius, maka keseluruhan kisah
dalam Al Quran tunduk pada tujuan agama baik tema, cara-cara pengungkapan, maupun penyebutan peristiwanya.[7]
Namun ketundukan secara mutlak terhadap tujuan agama bukan berarti ciri-ciri
kesusasteraan pada kisah-kisah tersebut sudah menghilang sama sekali, terutama
dalam penggambarannya.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa tujuan kisah Al-Qur’an adalah untuk tujuan agama, tidak
sekedar kisah namun disisi lain untuk membuktikan kekuasaan Tuhan dan
membuktikan bahwa manusia dapat berhubungan dengan Tuhan.
3.
Kisah sebagai Materi dan Metode Pendidikan
Islam
Al Quran mengarahkan
manusia untuk menjadi manusia seutuhnya, oleh karena itu materi-materi
pendidikan yang terdapat dalam Al Quran selalu mengarah pada jiwa, akal dan
raga manusia. Dalam penyajian materi, Al Quran membuktikan kebenaran materi
melalui pembuktian-pembuktian, baik dengan argumentasi yang telah dikemukakan
Al Quran maupun dibuktikan oleh manusia melalui penalaran.[8]
Dengan adanya kisah yang terkandung dalam ayat-ayat Al Quran, manusia sebagai
makhluk yang terdidik dan mendidik bisa mengambil ibrah dari kisah untuk
menjadi materi pendidikan.
Metode merupakan hal
yang sangat penting dalam pendidikan, metode yang tidak tepat dan tidak memberi
kenyamanan pada pendidik sehingga akan sulit mencapai tujuan pendidikan. Metode
pendidikan tidak terlepas dari ajaran pokok umat Islam yakni Al Quran. Al Quran
sebagai kitab suci umat Islam memuat berbagai informasi tentang seluruh
kehidupan yang berkaitan dengan manusia. tujuan diturunkannya Al Quran adalah
sebgai sumber pedoman, sumber inspirasi dan sumber ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan pendidikan.[9]
Sebagian besar
ayat-ayat yang terkandung dalam Al Quran berisi tentang kisah. Kisah sebagai
salah satu cara yang digunakan Al Quran untuk mengarahkan manusia kearah yang telah dkehendaki. Setiap kisah
menunjang materi yang disajikan, baik kisah yang benar-0benar terjadi maupun simbolik.[10]
Dalam pendidikan Islam,
kisah mempunyai fungsi edukatif. Kisah dalam Al Qur’an merupakan peristwa yang
benar-benar terjadi pada manusia terdahulu dan merupakan peristiwa sejarah yang
dapat dibuktikan kebenarannya secara filosofis secara ilmiah melalui
saksi-saksi bisu berupa pennggalan orang-orang terdahulu.[11]
Dalam perspektif teori
pendidikan, cerita atau kisah merupakan bentuk penyampaian pesan penting
terhadap anak didik tanpa harus menyertakan intruksi yang bermuatan keseriusan
serta dapat membangkitkan imaginasi peserta didik namun harus tetap waspada
terhadap kelemahan yang akan terjadi.[12]
Kisah- kisah yang
terdapat pada ayat- ayat Al Qur’an memberikan dampak psikologis dan edukatif
yang baik sehingga mengantar peserta didik pada kehidupan dan kedinamisan jiwa
yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku yang lebih baik berdasarkan
kisah yang telah diterima.
Kisah-kisah dalam
al-Qur’an mempunyai urgensi yang cukup tinggi pada anak, terutama cerita yang
bernilai tauhid dan akhlak yang akan mampu mendekatkan anak pada nilai-nilai
fitrahnya, serta menumbuh kembangkannya secara wajar pembinaan mental dan
spiritual anak.
4.
Surat Al Qashash
* ¨bÎ) tbrã»s% c%2 `ÏB ÏQöqs% 4ÓyqãB 4Óxöt7sù öNÎgøn=tæ (
çm»oY÷s?#uäur z`ÏB ÎqãZä3ø9$# !$tB ¨bÎ) ¼çmptÏB$xÿtB é&þqãZtGs9 Ïpt6óÁãèø9$$Î/ Í<'ré& Ío§qà)ø9$# øÎ) tA$s% ¼çms9 ¼çmãBöqs% w ÷ytøÿs? (
¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûüÏmÌxÿø9$# ÇÐÏÈ Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# (
wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# (
`Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) (
wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# (
¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ tA$s% !$yJ¯RÎ) ¼çmçFÏ?ré& 4n?tã AOù=Ïæ üÏZÏã 4
öNs9urr& öNn=÷èt cr& ©!$# ôs% y7n=÷dr& `ÏB ¾Ï&Î#ö7s% ÆÏB Èbrãà)ø9$# ô`tB uqèd x©r& çm÷ZÏB Zo§qè% çsYò2r&ur $Yè÷Hsd 4
wur ã@t«ó¡ç `tã ÞOÎgÎ/qçRè cqãBÌôfßJø9$# ÇÐÑÈ yltysù 4n?tã ¾ÏmÏBöqs% Îû ¾ÏmÏFt^Î (
tA$s% úïÏ%©!$# crßÌã no4quysø9$# $u÷R9$# |Møn=»t $oYs9 @÷WÏB !$tB ÎAré& ãbrã»s% ¼çm¯RÎ) rä%s! >eáym 5OÏàtã ÇÐÒÈ tA$s%ur úïÏ%©!$# (#qè?ré& zNù=Ïèø9$# öNà6n=÷ur Ü>#uqrO «!$# ×öyz ô`yJÏj9 ÆtB#uä @ÏJtãur $[sÎ=»|¹ wur !$yg9¤)n=ã wÎ) crçÉ9»¢Á9$# ÇÑÉÈ $oYøÿ|¡smú ¾ÏmÎ/ ÍnÍ#yÎ/ur uÚöF{$# $yJsù tb%2 ¼çms9 `ÏB 7pt¤Ïù ¼çmtRrçÝÇZt `ÏB Èbrß «!$# $tBur c%x. z`ÏB z`ÎÅÇtGYßJø9$# ÇÑÊÈ yxt7ô¹r&ur úïÏ%©!$# (#öq¨YyJs? ¼çmtR%s3tB ħøBF{$$Î/ tbqä9qà)t cr(s3÷ur ©!$# äÝÝ¡ö6t XøÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o ô`ÏB ¾ÍnÏ$t7Ïã âÏø)tur (
Iwöqs9 br& £`¨B ª!$# $oYøn=tã y#|¡ys9 $uZÎ/ (
¼çm¯Rr(s3÷ur w ßxÎ=øÿã tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÑËÈ y7ù=Ï? â#¤$!$# äotÅzFy$# $ygè=yèøgwU tûïÏ%©#Ï9 w tbrßÌã #vqè=ãæ Îû ÇÚöF{$# wur #Y$|¡sù 4
èpt7É)»yèø9$#ur tûüÉ)FßJù=Ï9 ÇÑÌÈ `tB uä!%y` ÏpoY|¡ysø9$$Î/ ¼ã&s#sù ×öyz $pk÷]ÏiB (
`tBur uä!$y_ Ïpy¥Íh¡¡9$$Î/ xsù tøgä úïÏ%©!$# (#qè=ÏHxå ÏN$t«Íh¡¡9$# wÎ) $tB (#qçR%x. cqè=yJ÷èt ÇÑÍÈ
76.
Sesungguhnya Karun adalah Termasuk kaum Musa[1138], Maka ia Berlaku aniaya
terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta
yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.
(ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu
bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan
diri".
77. dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.
78. Karun berkata:
"Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada
padaku". dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak
mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa
itu, tentang dosa-dosa mereka.
79. Maka keluarlah Karun kepada
kaumnya dalam kemegahannya[1139]. berkatalah orang-orang yang menghendaki
kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah
diberikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan
yang besar".
80. berkatalah orang-orang yang
dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah
lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh
pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar".
81. Maka Kami benamkanlah Karun
beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang
menolongnya terhadap azab Allah. dan Tiadalah ia Termasuk orang-orang (yang
dapat) membela (dirinya).
82. dan jadilah orang-orang yang
kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: "Aduhai, benarlah
Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan
menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita
benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung
orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah)".
83. negeri akhirat[1140] itu, Kami
jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat
kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik)[1141] itu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.
84. Barangsiapa yang datang dengan
(membawa) kebaikan, Maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya
itu; dan Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, Maka tidaklah
diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu,
melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.
[1138] Karun adalah salah seorang
anak paman Nabi Musa a.s.
[1139] Menurut mufassir: Karun ke
luar dalam satu iring-iringan yang lengkap dengan pengawal, hamba sahaya dan
inang pengasuh untuk memperlihatkan kemegahannya kepada kaumnya.
[1140] Yang dimaksud kampung
akhirat di sini ialah kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat.
[1141] Maksudnya: syurga.
5.
Kajian Tafsir
Secara umum QS. Al
Qashash ayat 76-84 dalam tafsir al Maraghi, menjelaskan bahwa:[13]
Ayat-ayat tersebut menyajikan kisah
Qarun yang menjelaskan akibat buruk dari orang yang durhaka dan menyombongkan
diri baik di dunia maupun di akhirat. Qarun telah dibinasakan dengan goncangan
dan himpitan bumi sehingga kezaliman dan kesombongannya menjadi
contoh/pelajaran bagi seluruh Umat manusia. Dengan kisah tersebut, manusia akan
mengetahui akibat yang diterima orang-orang yang durhaka baik di dunia dan di
akhirat.
Setelah mengisahkan kedurhakaan dan kesombongan Qarun, Allah menguraikan
beberapa bentuk kedurhakaan dan kesombongan Qarun terhadap sesama manusia. Hal
tersebut memperdaya kaum bodoh yang tergila-gila dengar harta, namun
orang-orang yang mendapat taufik tidak tergila-gila bahkan tetap mengikuti
petunjuk Allah. Setelah itu Allah mengisahkan akhir hayat Qarun yang telah
terbenamkan ke dalam bumi tanpa pertolongan dari orang lain. Seketika itu
orang-orang bodoh menjadi heran atas segala yang terjadi pada Qarun. Kemudian Allah
mengemukakan bahwa tempat diberikannya pahala adalah negeri akhirat. Allah
memberikan pahala bagi hamba_Nya yang mukmin, dan merendahkan diri serta tidak
sombong kepada manusia, tidak pula mengadakan kerusakan kepada diri mereka
dengan mengambil harta mereka secara tidak benar. Allah menjelaskan bahwa yang
terjadi di Negeri akhirat adalah balasan perbuatan di dunia. Juga dijelaskan
bahwa balasan kebaikan adalah sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus lipat
bahkan lipatan yang hanya diketahui Allah yang Maha mengetahui yang ghaib sebagai karunia dan rahmat dari
Allah, sedangkan balasan kejahatan sebanding sebagai kemurahan dan kasih sayang
Allah.
Kisah Qarun selaku umat
Nabi Musa yang zalim telah terabadikan dalam Al Quran. Jika ditarik dalam dunia
pendidikan, kisah tersebut memuat materi tentang akhlak dan keimanan. Akhlak
Qarun kepada manusia tergolong akhlak madmumah, di mana akhlak tersebut tidak
bisa menjadi panutan/teladan namun hikmah yang terkandung dalam kisah tersebut
dapat diamalkan dalam kehidupan. Rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan
Allah merupakan sikap yang harus ditanamkan pada diri manusia. Rasa syukur
merupakan akhlak mahmudah, dimana syukur itu sebgai wujud terima kasih atas
pemberian Allah. Dengan materi akhlak yang telah ditentukan oleh pendidik, maka
kisah tersebut disampaikan pada peserta didik dengan kisah yang lebih variatif
dan menarik namun tetap mengandung inti kisah yang terdapat dalam kandungan
ayat tersebut.
6.
Telaah
QS. Al Qasas Ayat 76-84, secara filosofis
konseptual, hakikat pendidikan/ yang akan dikaji dalam pendidikan jika dilihat dari ayat
tersebut adalah manusia, manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan, dalam
ayat tersebut membicarakan tentang manusia. Tujuan dalam
ayat tersebut adalah membentuk manusia yang bisa menikmati negeri akhirat,
tujuan tersebut jika ditarik kedalam dunia pendidikan, maka tujuan pendidikan
adalah memanusiakan manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut maka hal yang
dilakukan adalah mengoptimalkan indra yang telah diberikan Allah kepada
manusia.
SIMPULAN
Kisah merupakan
bagian dari isi Al Quran, dengan tercantumnya kisah umat terdahulu di dalam
ayat Al Quran, manusia di era yang sekarang ini bisa mengambil hikmah dari
kisah-kisah tersebut. Hikmah tersebut tentunya bisa menjadi tuntutan yang bisa
diikuti dan dikembangkan ke arah yang lebih baik di era sekarang.
Adapun tentang kisah
dalam Al Quran yang menjadi maetri dan metode pendidikan disesuaikan dengan
tujuan utama dari kisah yang dipaparkan, baru kemudian dikembangkan menjadi
metode pendidikan dan materi pendidikan.
Daftar Pustaka
A. Hanafi, Segi-segi
Kesusasteraan pada Kisah-Kisah Quran, 1983, Jakarta: Pustaka Al-Husna
Ahmad Izzan dan Saehudin, Tafsir
Pendidikan: Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan, 2012, Tangerang: Pustaka
Aufa Media
Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi: Mengungkap
Pesan al-Qur’an tentang Pendidikan, 2008, Yogyakarta: TERAS
Ahmad Mustofa Al Maragi,1994, Terjemah
Tafsir Al-Maraghi, Semarang: CV Toha Putra
Ali Muhdi, Pemikiran Pendidikan Perspektif
Al-Qur’an, 2013, Yogyakarta: Insyira
M. Quraish Shihab, Membumikan AL-QURAN,
1992, Bandung: MIZAN
Muhammad Chirzin, Permata Al Quran, 2003, Yogyakarta:
QIRTAS
Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an; Mengungkap
Makna-Makna Tersembunyi Al Quran, 2010, Jakarta:
Al Ghazali Center
[1] Makalah ini disusun oleh
Anis Zulia A’limatun Nisa, dipresentasikan pada hari Selasa, 10 November 2015, masih
sederhana belum direvisi
[2] Nasaruddin Umar, Ulumul
Qur’an; Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al Quran, (Jakarta: Al Ghazali
Center, 2010), hlm. 313.
[3] Pengertian tersebut dikutip oleh Muhammad Chirzin dari bukunya Manna’
Khalil Al Qaththan, baca juga di buku Nasaruddin Umar, Ulumul Quran;
Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al Quran, (Jakarta: Al Ghazali Center,
2010), hlm. 314.
[4] Nasaruddin Umar, Ulumul
Qur’an; Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al Quran, (Jakarta: Al Ghazali
Center, 2010), hlm. 315.
[6] Nasaruddin Umar, Ulumul
Qur’an; Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al Quran, (Jakarta: Al Ghazali
Center, 2010), hlm. 316-323.
[7] A. Hanafi, Segi-segi
Kesusasteraan pada Kisah-Kisah Quran, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983), hlm. 68.
[9] Ahmad Izzan dan Saehudin,
Tafsir Pendidikan: Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan, (Tangerang:
Pustaka Aufa Media, 2012), hlm. 219.
[12] Ahmad Munir, Tafsir
Tarbawi: Mengungkap Pesan al-Qur’an tentang Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS,
2008), hlm. 151.
[13] Ahmad Mustofa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV Toha Putra, 1994), hlm. 166-184.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar