Pendidikan sebagai media menjadi Insan Kamil

Selasa, 10 November 2015

Kisah sebagai Materi dan Metode dalam Pendidikan Islam; Kajian Tafsir Atas Surat Al Qasas Ayat 76-84



Kisah sebagai Materi dan Metode dalam Pendidikan Islam; Kajian Tafsir Atas Surat Al Qasas Ayat 76-84[1]
1.      Pendahuluan
Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman telah dianugerahi oleh Allah beberapa mukjizat, mukjizat yang paling agung adalah kitab suci Al Quran. Al Quran sebgai kitab suci Ummat Islam berisi tentang ajaran yang diterima dari Allah.
Studi tentang kisah- kisah dalam Al Quran merupakan studi yang luas cakupannya sebab seperempat atau lebih dari Al Qur’an memuat tentang kisah-kisah. Al Quran memilki 30 jus, maka kisah menempati hampir 8 juz. Dengan porsi tersebut menunjukkan bahwa kisah-kisah di dalam Al Quran penting untuk dikaji.[2]  Sehingga di dalamnya terdapat sebuah surat bernama al Qishash. Satu surat tersebut tidak menafikan surat lain yang berisi kisah karena selain yang terdapat dalam surat tersebut juga masih banyak kisa-kisah yang terkandung dalam Al Quran Karim.
Sebagai wahyu, kisah-kisah yang terkandung dalam Al Quran memiliki karakteristik masing-masing yang berkaitan dengan sejarah. Menurut As Suyuti yang dikutip oleh Muhammad Chirzin, Kisah di dalam Al Quran tidak dimaksudkan untuk mengingkari sejarah lantaran sejarah dianggap salah dan membahayakan Al Quran, kisah-kisah dalam Al Quran merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran kepada umat manusia dan bagaimana mestinya manusia mengambil manfaat dari peristiwa-peristiwa sejarah tersebut.
Oleh karena itu kisah dalam Al-Qur’an memiliki makna tersendiri bila dibandingkan isi kandungan yang lain. Maka perlu kiranya kita sebagai umat Islam untuk mengetahui isi kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an sehingga kita dapat mengambil pelajaran dan mengetahui relevansi kisah Al-Qur’an dalam pendidikan.
 


2.      Kisah
Dari segi bahasa, kata kisah berasal dari bahasa arab qashshu atau qishshotu yang berarti cerita. Kata tersebut sepadan dengan tatabbu’ul atsrari yaitu pengulangan kembali hal masa lalu. Dari segi istilah, kisah berarti berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa yang saling berturut-turut. Qashshash Al Quran adalah pemberitaan Al Quran mengenai hal ikhwal umat terdahulu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa- peristiwa yang telah terjadi.[3] Menurut Hasbi al-Shididiy qishahul quran adalah kabar-kabar al-qur’an mengenai keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Dari pengertian yang dikemukakan diatas dipahami bahwa kisah yang ditampilkan Al Qur’an adalah kisah yang pernah terjadi di masa lampau untuk dijadikan pelajaran dan petunjuk bagi setiap orang untuk memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang baik dan benar.
Al Quran banyak mengandung kejadian di masa lalu, Al Quran menceritakan keadaan zaman dulu dengan cara yang menarik sehingga membuat pembaca dan pendengar tertarik untuk mengkaji ayat-ayat tentang kisah. Kisah yang ditampilkan disesuaikan dengan maksud dan tujuan, oleh karena itu terkadang ada beberapa ayat yang diulang-ulang dalam mengisahkan suatu peristiwa.
Dengan demikian sebagaimana dinyatakan oleh Sayyid Qutb dan dikutib oleh Nasarudin Umar menjelaskan bahwa jenis-jenis kisah dalam Al Quran adalah sebagai berikut[4]:
a.       Kisah-kisah para Nabi, meliputi dakwah Nabi, mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah kepada para Nabi, perjalanan dakwah dan perkembangannya dan akibat yang menimpa orang beriman dan orang yang mendustakan para nabi. Kisah-kisah para nabi tersebut menjadi informasi yang sangat berguna bagi upaya meyakini para Nabi dan rosul Allah, selain itu kisah para Nabi juga bisa dijadikan teladan bagi kehidupan seseorang. Keteladanan diperlukan agar seseorang memiliki sosok yang bisa dijadikan idola.
b.      Kisah-kisah Qur’ani yakni berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi di waktu lampau seperti kisah ashabul kahfi, zul qarnain ashabus sabt, kisah maryam dan sebagainya. Kisah tersebut ada yang patut kita teladani dan tidak perlu diteladani.. 
c.       Kisah- kisah  yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW. Seperti perang uhud, Badr, kisah hijrah, Isra’ Mi’raj dan lain-lain. Kisah-kisah tersebut digunakan untuk memantapkan keyakinan dan keimanan Ummat.
Menurut Manna’ Khalil Al Qaththan yang dikutip oleh Muhammad Chirzin menyatakan bahwa penyajian kisah-kisah dalam Al Quran megandung beberapa hikmah, diantaranya[5]: pertama, menjelaskan balaghah Al Quran dalam tingkat paling tinggi. Kedua, menunjukkan kehebatan Al Quran. Ketiga, mengundang perhatian yang besar terhadap kisah agar pesan yang terkandung lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Keempat, penyajian kisah dalam ayat ayat Al Quran menunjukkan perbedaan tujuan.
 Sebagaimana dikatakan Sayyid Qutb yang dikutip oleh Nasarudin Umar menyatakan bahwa kisah-kisah Al Quran memiliki tujuan untuk[6]:
a.     Menguatkan Aqidah ke dalam diri Muhammad dan umat Islam pada umumnya, merangsang akal, menghidupkan hati. Ketga hal tersebut merupakan elemen yang paling asasi. Ketiga elemen itu akan menyerap kisah-kisah Al Quran sebab kisah-kisah tersebut dijelaskan dalam kerangka uluhiyah Tuhan yang meliputi keesaan, keadilan, kekuatan, hikmah dan cinta Tuhan kepada hamba-hamba_Nya.
b.     Menguatkan kebenaran wahyu dan risalah. Nabi Muhammad yang semula tidak bisa menulis dan  membaca (ummi), tidak mengetahui tentang kisah-kisah dari kaum Nasrani dan Yahudi bisa mengetahui melalui kisah yang ada dalam ayat-ayat Al Quran.
c.      Menjelaskan bahwa agama berasal dari Allah, dari masa Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad. Kebanyakan kisahpara Nabi terdapat dalam satu surat dengan alur cerita tertentu hal tersebut bertujuan untuk menguatkan aqidah dan jiwa.
d.     Menjelaskan bahwa semua agama memiliki asas yang tunggal, karena semua agama berasal dari satu Tuhan, sehingga ditetapkan aqidah yang asasiyah yakni iman kepada Allah.
e.      Menjelaskan adanya hubungan antara agama Muhammad dan agama Ibrahim dengan sifat-sifat tertentu dan agama-agama Israel dengan sifat yang umum.
f.       Menjelaskan bahwa Allah menolong para Nabi di akhir-akhir dan menghancurkan para pembohong sehingga lebih menguatkan hati Nabi Muhammad dan berpengaruh di dalam jiwa-jiwa orang yang mnyeru kepada keimanan.
g.     Menjadi pembenaran akan adanya kabar baik dan pemberi peringatan.
h.     Menjelaskan akan nikmat Allah terhadap para Nabi.
i.       Menjadi peringatan kepada anak-anak Adam agar tidak terperangkap dalam jurang setan dan permusuhan-permusuhan.
j.       Menunjukkan kuasa Allah atas segala penciptaannya, penciptaan Adam, Isa dan sebagainya.
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an merupakan salah satu cara yang dipakai Al-Qur’an untuk mewujudkan tujuan yang bersifat agama. Al-Qur’an sebagai kitab dakwah agama dan kisah menjadi salah satu medianya untuk menyampaikan dan memantapkan dakwah tersebut. Oleh karena tujuan yang bersifat religius, maka keseluruhan kisah dalam Al Quran tunduk pada tujuan agama baik tema, cara-cara pengungkapan, maupun penyebutan peristiwanya.[7] Namun ketundukan secara mutlak terhadap tujuan agama bukan berarti ciri-ciri kesusasteraan pada kisah-kisah tersebut sudah menghilang sama sekali, terutama dalam penggambarannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan kisah Al-Qur’an adalah untuk tujuan agama, tidak sekedar kisah namun disisi lain untuk membuktikan kekuasaan Tuhan dan membuktikan bahwa manusia dapat berhubungan dengan Tuhan.

3.      Kisah sebagai Materi dan Metode Pendidikan Islam
Al Quran mengarahkan manusia untuk menjadi manusia seutuhnya, oleh karena itu materi-materi pendidikan yang terdapat dalam Al Quran selalu mengarah pada jiwa, akal dan raga manusia. Dalam penyajian materi, Al Quran membuktikan kebenaran materi melalui pembuktian-pembuktian, baik dengan argumentasi yang telah dikemukakan Al Quran maupun dibuktikan oleh manusia melalui penalaran.[8] Dengan adanya kisah yang terkandung dalam ayat-ayat Al Quran, manusia sebagai makhluk yang terdidik dan mendidik bisa mengambil ibrah dari kisah untuk menjadi materi pendidikan.
Metode merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan, metode yang tidak tepat dan tidak memberi kenyamanan pada pendidik sehingga akan sulit mencapai tujuan pendidikan. Metode pendidikan tidak terlepas dari ajaran pokok umat Islam yakni Al Quran. Al Quran sebagai kitab suci umat Islam memuat berbagai informasi tentang seluruh kehidupan yang berkaitan dengan manusia. tujuan diturunkannya Al Quran adalah sebgai sumber pedoman, sumber inspirasi dan sumber ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan.[9]
Sebagian besar ayat-ayat yang terkandung dalam Al Quran berisi tentang kisah. Kisah sebagai salah satu cara yang digunakan Al Quran untuk mengarahkan manusia  kearah yang telah dkehendaki. Setiap kisah menunjang materi yang disajikan, baik kisah yang benar-0benar terjadi maupun simbolik.[10]
Dalam pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif. Kisah dalam Al Qur’an merupakan peristwa yang benar-benar terjadi pada manusia terdahulu dan merupakan peristiwa sejarah yang dapat dibuktikan kebenarannya secara filosofis secara ilmiah melalui saksi-saksi bisu berupa pennggalan orang-orang terdahulu.[11]
Dalam perspektif teori pendidikan, cerita atau kisah merupakan bentuk penyampaian pesan penting terhadap anak didik tanpa harus menyertakan intruksi yang bermuatan keseriusan serta dapat membangkitkan imaginasi peserta didik namun harus tetap waspada terhadap kelemahan yang akan terjadi.[12]
Kisah- kisah yang terdapat pada ayat- ayat Al Qur’an memberikan dampak psikologis dan edukatif yang baik sehingga mengantar peserta didik pada kehidupan dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku yang lebih baik berdasarkan kisah yang telah diterima.
Kisah-kisah dalam al-Qur’an mempunyai urgensi yang cukup tinggi pada anak, terutama cerita yang bernilai tauhid dan akhlak yang akan mampu mendekatkan anak pada nilai-nilai fitrahnya, serta menumbuh kembangkannya secara wajar pembinaan mental dan spiritual anak.
                 
4.      Surat Al Qashash
* ¨bÎ) tbr㍻s% šc%Ÿ2 `ÏB ÏQöqs% 4ÓyqãB 4Óxöt7sù öNÎgøŠn=tæ ( çm»oY÷s?#uäur z`ÏB ÎqãZä3ø9$# !$tB ¨bÎ) ¼çmptÏB$xÿtB é&þqãZtGs9 Ïpt6óÁãèø9$$Î/ Í<'ré& Ío§qà)ø9$# øŒÎ) tA$s% ¼çms9 ¼çmãBöqs% Ÿw ÷ytøÿs? ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûüÏm̍xÿø9$# ÇÐÏÈ   Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ   tA$s% !$yJ¯RÎ) ¼çmçFÏ?ré& 4n?tã AOù=Ïæ üÏZÏã 4 öNs9urr& öNn=÷ètƒ žcr& ©!$# ôs% y7n=÷dr& `ÏB ¾Ï&Î#ö7s% šÆÏB Èbrãà)ø9$# ô`tB uqèd x©r& çm÷ZÏB Zo§qè% çŽsYò2r&ur $Yè÷Hsd 4 Ÿwur ã@t«ó¡ç `tã ÞOÎgÎ/qçRèŒ šcqãB̍ôfßJø9$# ÇÐÑÈ   yltysù 4n?tã ¾ÏmÏBöqs% Îû ¾ÏmÏFt^ƒÎ ( tA$s% šúïÏ%©!$# šcr߃̍ムno4quŠysø9$# $u÷R9$# |Møn=»tƒ $oYs9 Ÿ@÷WÏB !$tB šÎAré& ãbr㍻s% ¼çm¯RÎ) rä%s! >eáym 5OŠÏàtã ÇÐÒÈ   tA$s%ur šúïÏ%©!$# (#qè?ré& zNù=Ïèø9$# öNà6n=÷ƒur Ü>#uqrO «!$# ׎öyz ô`yJÏj9 šÆtB#uä Ÿ@ÏJtãur $[sÎ=»|¹ Ÿwur !$yg9¤)n=ムžwÎ) šcrçŽÉ9»¢Á9$# ÇÑÉÈ   $oYøÿ|¡sƒmú ¾ÏmÎ/ ÍnÍ#yÎ/ur uÚöF{$# $yJsù tb%Ÿ2 ¼çms9 `ÏB 7pt¤Ïù ¼çmtRrçŽÝÇZtƒ `ÏB Èbrߊ «!$# $tBur šc%x. z`ÏB z`ƒÎŽÅÇtGYßJø9$# ÇÑÊÈ   yxt7ô¹r&ur šúïÏ%©!$# (#öq¨YyJs? ¼çmtR%s3tB ħøBF{$$Î/ tbqä9qà)tƒ žcr(s3÷ƒur ©!$# äÝÝ¡ö6tƒ šXøÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o ô`ÏB ¾ÍnÏŠ$t7Ïã âÏø)tƒur ( Iwöqs9 br& £`¨B ª!$# $oYøn=tã y#|¡ys9 $uZÎ/ ( ¼çm¯Rr(s3÷ƒur Ÿw ßxÎ=øÿムtbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÑËÈ   y7ù=Ï? â#¤$!$# äotÅzFy$# $ygè=yèøgwU tûïÏ%©#Ï9 Ÿw tbr߃̍ム#vqè=ãæ Îû ÇÚöF{$# Ÿwur #YŠ$|¡sù 4 èpt7É)»yèø9$#ur tûüÉ)­FßJù=Ï9 ÇÑÌÈ   `tB uä!%y` ÏpoY|¡ysø9$$Î/ ¼ã&s#sù ׎öyz $pk÷]ÏiB ( `tBur uä!$y_ Ïpy¥ÍhŠ¡¡9$$Î/ Ÿxsù tøgä šúïÏ%©!$# (#qè=ÏHxå ÏN$t«ÍhŠ¡¡9$# žwÎ) $tB (#qçR%x. šcqè=yJ÷ètƒ ÇÑÍÈ  
76. Sesungguhnya Karun adalah Termasuk kaum Musa[1138], Maka ia Berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri".
77. dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
78. Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
79. Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya[1139]. berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar".
80. berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar".
81. Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan Tiadalah ia Termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).
82. dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah)".
83. negeri akhirat[1140] itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik)[1141] itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
84. Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, Maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, Maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.
[1138] Karun adalah salah seorang anak paman Nabi Musa a.s.
[1139] Menurut mufassir: Karun ke luar dalam satu iring-iringan yang lengkap dengan pengawal, hamba sahaya dan inang pengasuh untuk memperlihatkan kemegahannya kepada kaumnya.
[1140] Yang dimaksud kampung akhirat di sini ialah kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat.
[1141] Maksudnya: syurga.

5.      Kajian Tafsir
Secara umum QS. Al Qashash ayat 76-84 dalam tafsir al Maraghi, menjelaskan bahwa:[13]
 Ayat-ayat tersebut menyajikan kisah Qarun yang menjelaskan akibat buruk dari orang yang durhaka dan menyombongkan diri baik di dunia maupun di akhirat. Qarun telah dibinasakan dengan goncangan dan himpitan bumi sehingga kezaliman dan kesombongannya menjadi contoh/pelajaran bagi seluruh Umat manusia. Dengan kisah tersebut, manusia akan mengetahui akibat yang diterima orang-orang yang durhaka baik di dunia dan di akhirat.
Setelah mengisahkan kedurhakaan dan kesombongan Qarun, Allah menguraikan beberapa bentuk kedurhakaan dan kesombongan Qarun terhadap sesama manusia. Hal tersebut memperdaya kaum bodoh yang tergila-gila dengar harta, namun orang-orang yang mendapat taufik tidak tergila-gila bahkan tetap mengikuti petunjuk Allah. Setelah itu Allah mengisahkan akhir hayat Qarun yang telah terbenamkan ke dalam bumi tanpa pertolongan dari orang lain. Seketika itu orang-orang bodoh menjadi heran atas segala yang terjadi pada Qarun. Kemudian Allah mengemukakan bahwa tempat diberikannya pahala adalah negeri akhirat. Allah memberikan pahala bagi hamba_Nya yang mukmin, dan merendahkan diri serta tidak sombong kepada manusia, tidak pula mengadakan kerusakan kepada diri mereka dengan mengambil harta mereka secara tidak benar. Allah menjelaskan bahwa yang terjadi di Negeri akhirat adalah balasan perbuatan di dunia. Juga dijelaskan bahwa balasan kebaikan adalah sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus lipat bahkan lipatan yang hanya diketahui Allah yang Maha mengetahui  yang ghaib sebagai karunia dan rahmat dari Allah, sedangkan balasan kejahatan sebanding sebagai kemurahan dan kasih sayang Allah.
Kisah Qarun selaku umat Nabi Musa yang zalim telah terabadikan dalam Al Quran. Jika ditarik dalam dunia pendidikan, kisah tersebut memuat materi tentang akhlak dan keimanan. Akhlak Qarun kepada manusia tergolong akhlak madmumah, di mana akhlak tersebut tidak bisa menjadi panutan/teladan namun hikmah yang terkandung dalam kisah tersebut dapat diamalkan dalam kehidupan. Rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah merupakan sikap yang harus ditanamkan pada diri manusia. Rasa syukur merupakan akhlak mahmudah, dimana syukur itu sebgai wujud terima kasih atas pemberian Allah. Dengan materi akhlak yang telah ditentukan oleh pendidik, maka kisah tersebut disampaikan pada peserta didik dengan kisah yang lebih variatif dan menarik namun tetap mengandung inti kisah yang terdapat dalam kandungan ayat tersebut.
6.      Telaah
QS. Al Qasas Ayat 76-84, secara filosofis konseptual, hakikat pendidikan/ yang akan dikaji dalam pendidikan jika dilihat dari ayat tersebut adalah manusia, manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan, dalam ayat tersebut membicarakan tentang manusia. Tujuan dalam ayat tersebut adalah membentuk manusia yang bisa menikmati negeri akhirat, tujuan tersebut jika ditarik kedalam dunia pendidikan, maka tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut maka hal yang dilakukan adalah mengoptimalkan indra yang telah diberikan Allah kepada manusia.
















SIMPULAN

Kisah merupakan bagian dari isi Al Quran, dengan tercantumnya kisah umat terdahulu di dalam ayat Al Quran, manusia di era yang sekarang ini bisa mengambil hikmah dari kisah-kisah tersebut. Hikmah tersebut tentunya bisa menjadi tuntutan yang bisa diikuti dan dikembangkan ke arah yang lebih baik di era sekarang.
Adapun tentang kisah dalam Al Quran yang menjadi maetri dan metode pendidikan disesuaikan dengan tujuan utama dari kisah yang dipaparkan, baru kemudian dikembangkan menjadi metode pendidikan dan materi pendidikan.






















Daftar Pustaka


A. Hanafi, Segi-segi Kesusasteraan pada Kisah-Kisah Quran, 1983, Jakarta: Pustaka Al-Husna
Ahmad Izzan dan Saehudin, Tafsir Pendidikan: Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan, 2012, Tangerang: Pustaka Aufa Media
Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan al-Qur’an tentang Pendidikan, 2008, Yogyakarta: TERAS
Ahmad Mustofa Al Maragi,1994, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: CV Toha Putra
Ali Muhdi, Pemikiran Pendidikan Perspektif Al-Qur’an, 2013, Yogyakarta: Insyira
M. Quraish Shihab, Membumikan AL-QURAN, 1992, Bandung: MIZAN
Muhammad Chirzin, Permata Al Quran, 2003, Yogyakarta: QIRTAS
Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an; Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al Quran, 2010, Jakarta: Al Ghazali Center


[1] Makalah ini disusun oleh Anis Zulia A’limatun Nisa, dipresentasikan pada hari Selasa, 10 November 2015, masih sederhana  belum direvisi
[2] Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an; Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al Quran, (Jakarta: Al Ghazali Center, 2010), hlm. 313.
[3] Pengertian tersebut dikutip oleh Muhammad Chirzin dari bukunya Manna’ Khalil Al Qaththan, baca juga di buku Nasaruddin Umar, Ulumul Quran; Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al Quran, (Jakarta: Al Ghazali Center, 2010), hlm. 314.
[4] Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an; Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al Quran, (Jakarta: Al Ghazali Center, 2010), hlm. 315.
[5] Muhammad Chirzin, Permata Al Quran, (Yogyakarta: QIRTAS, 2003), hlm. 58.
[6] Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an; Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi Al Quran, (Jakarta: Al Ghazali Center, 2010), hlm. 316-323.
[7] A. Hanafi, Segi-segi Kesusasteraan pada Kisah-Kisah Quran, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983),  hlm. 68.
[8] M. Quraish Shihab, Membumikan AL-QURAN, (Bandung: MIZAN, 1992), hlm. 175.
[9] Ahmad Izzan dan Saehudin, Tafsir Pendidikan: Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan, (Tangerang: Pustaka Aufa Media, 2012), hlm. 219.
[10] M. Quraish Shihab, Membumikan AL-QURAN, (Bandung: MIZAN, 1992), hlm. 176.
[11] Ali Muhdi, Pemikiran Pendidikan Perspektif Al-Qur’an, (Yogyakarta: Insyira, 2013), hlm. 201.
[12] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan al-Qur’an tentang Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2008), hlm. 151.
[13] Ahmad Mustofa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV Toha Putra, 1994), hlm. 166-184.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar