Pendidikan sebagai media menjadi Insan Kamil

Kamis, 17 Desember 2015

CERPEN

Ngalap Barokah di Penjara suci


Di penghujung  senja, rintik hujan membasahi genteng yang catnya mulai mengelupas. Setelah Gus Zakky menutup paengajian dengan lantunan do’a yang sudah menjadi kebiasaan.  Terlihat seorang santri langsung lari ke belakang sebelum do’a selesai. Sebut saja namanya Ihda, biasanya santri-santri memanggil mbak Ihda, mbak Ihda mengambil jemuran di lantai dua, mbak Ihda lari tergesa-gesa karena takut jemurannya basah.
            Mbak Ihda mempunyai kebiasaan yang berbeda dengan santri-santri yang lain, setiap pagi mbak Ihda harus bangun pagi-pagi kemudian menuju dapur, dan menyiapkan segala persiapan. Mulai dari bersih-bersih, menyiapkan apa yang mau dimasak  sampai memasaknya. Mbak Ihda mengerjakannya dengan hati yang begitu ihlas tanpa mengeluh sedikitpun, walaupun harus melakukan itu semua setiap hari, Mbak Ihda tidak pernah meninggalkan yang namanya tahajjud . mbak ihda mempunyai satu keinginan yang secara logika tidak bisa dicapai namun Mbak Ihda selalu Berdoa kepada Allah..
            Sudah dua tahun  mbak Ihda mengabdi di ndalem, semua santri mengenalnya. Mbak Ihda terkenal dengan sebutan “sandal”, wajar saja santri-santri menyebut “sandal” karena hampir seharian penuh mbak Ihda menghabiskan waktunya di ndalem Abah, paling-paling masuk kamar kalau mau mandi, mau tidur dan mau berangkat ke sekolah. karena sangat ta’dzim Mbak Ihda rela tidak pulang dikala teman-temanya pada pulang untuk liburan di rumah.
            “Mbak Ihda…..Mbak Ihda….Mbak Ihda…. Dipanggil Abah”. Suara Neng Icha yang serak-serak merdu menghentikan langkah Mbak Na’im sahabat Mbak Ihda yang akan menuju mushollah, Neng Icha mencari Mbak Ihda namun Mbak Ihda tidak ada di kamar karena hari ini Mbak Ihda ada jadwal les sore di sekolahnya.
Neng icha yang masih lugu meninggalkan mbak Na’im dan kembali ke ndalem tanpa membawa Mbak Ihda. Mbak na’im mengambil air wudhu karena jamaah sudah menunggu.jam dinding menunjukkan pukul 15.30 WIB dan jama’ah akan segera dimulai.
“teeeeeeeet……teeeeeet……Teeeeetzz”. Para santri berlarian menuju kolam wudhu, karena belum ada kesadaran untuk segera ke mushollah sebelum bel berbunyi, santri-santri banyak yang berebutan mengambil air wudhu antri yang begitu panjanpun terjadi, itulah kebiasaan yang sering dilakukan santri-santri saat mengambil air wudhu.
Sebelum jamaah dimulai, Mbak Na’im kembali ke kamar untuk mengecek adek-adeknya, tepat di depan tangga Mbak Na’in bertemu dengan mbak Ihda. Setelah menyampaikan pesan Neng Icha, Mbak Na’im menuju tempat sholatnya. Mbak Ihda buru-buru ke kamar meletakkan tasnya kemudian segera menuju ke ndalem Abah Yai.
Sampai di depan ndalem Abah, Mbak Na’im langsung mengucapkan salam, Gus Zakky yang sudah menunggu langsung menjawab salamnya dan memepersilahkan masuk, Gus Zakky menjelaskan pada Mbak Ihda mengapa beliau memanggilnya. Setelah menerima penjelasan Mbak Ihda langsung menundukkan kepala walau wajahnya agak berubah setelah medengarkan penjelasan Gus Zakky. Sebelum Mbak Ihda meninggalkan ndalem Abah Yai, Ibu memberi bungkusan untuk dibawa ke pondok dan dibagi pada teman-temannya.
Setelah berpamitan, Mbak Ihda mengucapakan salam dan kembali ke pondok. Mbak Ihda langsung ikut mengaji walau belum mandi. “Mandi bisa nomer sekian dan bisa dilakukan nanti setelah mengaji”  Kata Mbak Ihda. Mbak Ihda langsung ambil posisi di dekat jemuran, di samping ndalem. Disitulah tempat Mbak Ihda mengaji, tidak pernah pindah-pindah tempat, kapanpun waktu mengajinya Mbak Ihda selalu di dekat jemuran.
Materi pengajian saat ini adalah tentang barokah, “ kata barokah sudah tidak asing lagi bagi kita semua, apalagi bagi santri-santri yang sudah mondok seperti kalian semua, oleh sebab itu sebagai banyak sekali santri-santri yang sukses karena mendapatkan barokah dari Sang Kyai” begitulah yang didengar Mbak Ihda di akhir pengajian. Itu adalah kesimpulan dari pengajian sore itu. Walaupun hanya kesimpulannya saja yang di dengar, Mbak Ihda sangat senang karena bisa tetap istiqomah mengaji. Dan Mbak Ihda juga menemukan jawaban yang sedari dulu dicarinya, kini Mbak Ihda menjadi tahu kenapa Mbak-Mbak yang sudah menjadi alumni sering mengatakan “disini kita tidak hanya niat mencari ilmu saja namun juga sering diembel-embeli niat ngalap barokah.
Setelah Gus Arif meninggalkan tempat dan selesai melantunkan do’a, santri-santri berebutan mencari tempat sholat. Suara gaduhpun terdengar kembali, ada yang yang rebut meletakkan muknah, ada juga yang berlarian untuk membeli makan dan ada juga yang berlarian menuju kamar mandi.
Mbak Ihda mengambil muknah Neng Icha dan Muknahnya sendiri, Mbak Ihda langsung meletakkan kedua muknah tersebut di barisan terdepan dekat dengan jemuran, walaupun Mbak Ihda tidak ikut berebutan mencari tempat sholat, santri-santri selalu menyisakan tiga atau dua tempat di barisan paling depan. Tak satupun santri yang berani menempati tempat itu. Padahal Mbak Ihda juga tidak pernah meminta santri untuk menyisakannya dan tidak pernah melarang untuk menempatinya. Kebiasaan ini sudah terjadi turun temurun, mungkin itu adalah bentuk rasa hormat dan ta’dziem pada Ibu Pengasuh dan keluarga ndalem.
Mbak Naim mendekat pada Mbak Ihda yang duduk disamping muknahnya, Mbak Ihda dan Mbak Naim adalah dua sahabat sejoli semenjak awal masuk pesantren, namun Mbak Ihda lebih dekat dengan keluarga ndalem, karena mereka berdua mempunyai asal-usul yang berbeda. Tanpa disuruh bercerita, Mbak Ihda langsung bercerita pada Mbak Na’im mengapa Gus Zakky memangginya. Mbak Ihda meminta pendapat pada Mbak Na’im. “ Apa yang harus aku lakukan untuk menghadapi semua ini, kamu tahu sendiri kan shob, bagaimana keadaanku saat ini, aku harus membantu keluargaku di rumah, tapi disisi lain aku juga masih ingin menimba ilmu disini dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, aku bingung shob”. Ungkapan Mbak Ihda kepada Mbak Na’im. Sejenak Mbak Na’I berpikir kemudian mengambil nafas panjang sebelum menaggapi ungkapan sahabatnya.
“Begini Shob, mungkin ini sudah menjadi jalanmu, Kamu masih ingat kata-kata ustadz Arif tadi kan?  Apalagi kata-kata mbak-mbak alumni yang sering mengatakan ta’dzim pada Kyai dan ngalap barokah, Allah telah menjawab Do’amu yang sudah engkau panjatkan di sepertiga malam_Nya. Sang Pencipta Langit mengabulkan doa’mu lewat Gus Zakky, dan mungkin inilah barokah dari apa yang telah engkau kerjakan setiap hari disini, Kau selalu ta’dzim pada Ibu, Abah dan keluarga ndalem yang lain, Sampaikan keinginanmu pada kedua orang tuamu dan juga jangan lupa sampaikan ini pula pada beliau, aku yakin beliau lebih mengerti keinginanmu, ingat hidup adalah pilihan, engkau harus bisa memilih yang terbaik bagimu, keluargamu dan semuanya yang telah mendukungmu”. Mbak Na’im tidak memberi keputusan namun Mbak Na’im memberikan sedikit penjelasan yang bisa membantu Mbak Ihda untu menentukan pilihan.
“Terima kasih shobat, jawabanmu benar-benar membantuku, aku akan melaksanakan saranmu setelah aku pulang, kau selalu ada disampingku disaat aku senang bahkan disaat aku sedih, aku tak akan melupakanmu”. Segores senyum dibibir Mbak Ihda mengembang kembali.
“Teeeeeeetz….Teeeeeeetz….Teeeeeetz…..” suara bel agar para santri segera mengambil air wudhu. Hiruk pikuk para santri dan jeritan suara antripun menyelimuti pesantren. Mbak Ihda dan Mba Na’in langsung menuju tempat wudhu, mereka berdua ikut antri menunggu giliran wudhu. Para santri harus wudhu satu-satu bergantian di kran yang jumlahnya sangat terbatas namun setelah melihat Mbak Ihda dan Mbak Na’im mengantri, ada beberapa orang santri mempersilahkan Mbak Na’im dan Mbak Ihda untuk wudhu duluan.
Mbak Ihda dan Mbak Na’im adalah sahabat sejoli yang dipertemukan di As Sudara P.P.P Alma’ruf  walau dari kelurga yang sangat berbeda.                   

Anis Zulia A’limatun Nisa, memilki nama pena Anis Nisa. Dia lahir di Lamongan pada tanggal 14 juli 1992.  Alamt rumah desa Sidomulyo-Mantup-Lamongan. Alamat sekarang Pesantren Maha Siswa “Kepenulisan” An Najah jln. Moh Besar Kutasari RT 06 RW 03, Purwokerto. No. HP. 085747201317. Aktifitasnya adalah sebagai santri di Pesantren  Mahasiswa AN NAJAH dan sebagai mahasiswa di IAIN  Purwokerto. Alamat email: alimatun_n@yahoo.co.id dan a.zulia@yahoo.com

           


                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar