Pendidikan sebagai media menjadi Insan Kamil

Minggu, 20 Desember 2015

RANGKUMAN KULIAH FIQIH II SEMESTER 4


HUKUM ISLAM

MANUSIA

ALLAH

KEHIDUPAN

AGAMA

ALQURAN

HADIS
 








UNTUK MENGATUR UMAT
           

KETEANGAN:
            Allah menciptakan manusia di bumi untuk menjalani kehidupan yang ada. Dalam menjalani kehidupan tersebut manusia memerlukan suatu aturan / hukum yang disebut agama. Aturan Allah terdapat dalam Alquran dan As Sunnah. Keduanya berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia.
            Dalam ushul fiqih al quran dan as sunnah disebut madhaadiru al ahkam( sumber-sumber hukum) dan adilatu al ahkam ( dalil-dalil hukum).


Isi dari Al quran dan As sunnah adalah:
1.      Aqidah
2.      Hukum amaliah (ketentuan yang mengatur perbuatan manusia)
3.      Akhlak
Ahli fiqih membagi hukum menjadi dua :
1.    Ibadah : untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah
2.    Muamalah : hukum-hukum yang mengatur dengan sanksi-sanksi, mengatur hubungan manusia dengan manusia.
Ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum dan hadis-hadis  yang berkaitan dengan hukum itu mempunyai dua sifat ayat:
1.      Ayat-ayat yang bersifat qath’i melahirkan syariah.
2.      Ayat-ayat yang bersifat dzanni melahirkan fiqih.
Jadi, yang dimaksud fiqih adalah ketentuan hukum yang dilahirkan oleh ulama’ dalam memahami ayat-ayat tersebut.
FIQIH MUNAKAHAT

A.    PENDAHULUAN

1.      Penertian nikah
Nikah adalah akad  “ ميثَاقً غَلِيْظاَ“ yang berati nilai yang kuat ,luhur (bukan untuk sementara), agung . kokoh/kuat dan sakral.
2.      Tujuan pernikahan
a.       Dalam surat Ar Rum ayat 21 yang berbunyi:
ومِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
 مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” [Ar-Rum 21].
b.      UUD NO.1 Tahun1987 tentang Pernikahan:
      Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
3.      Prinsip pernikahan :
a.          Untuk selamanya
b.         Atas kerelaan kedua calon mempelai
c.          Niat untuk ibadah
4.      Hukum Nikah
a.       Dasar hukun Nikah
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
Artinya : maka kawinilah Perempuan-perempuan yang kamu sukai. Dua. Tiga dan empat, tetapi kalau kamu kuatir tidak dapat berlaku adil(antara perempuan-perempuan itu), hendaklah satu saja... (an nisa:3)
وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ
Artinya : Dan kawinilah orang-orang yang sendirian (janda) dantara kamu dan hamba sahaya laki-laki dan perempuan yang patut.

a.       Secara  umum hukum nikah ada tiga yaitu:
1.      Sunnah
            orang yang akan menikah adalah orang yang mampu secara material dan fisik /non fisik ( tidak harus mampu segalanya namun sewajarnya saja) dan tidak terjadi kemadhorotan jika pernikahan tidak dilakukan namun sbaiknya disunnahkan untuk menikah karena akan meminimalisir perbuatan dosa.
2.      Haram
            Orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk menikah dan mempunyai tujuan membuat kerusakan pada orang lain setelah menikah maka orang tersebut haram untuk menikah.


3.      Wajib
            Orang yang dikhawatirkan terjerumus untuk melakukan perbuatan zina jika tidak segera menikah, maka orang itu wajib untuk segera menikah.

Keterangan:
            Ketiga hukum tersebut tidak mempengaruhi pada syah atau tidaknya pernikahan namun ketiga hukum tersebut menyangkut nilai / kwalitas pernikahan karena pernikahan menyangkut kehidupan sampai meninggal dunia.

B.     KHITBAH/PINANGAN
                Secara bahasa Khitbah adalah aksi (fi’lah), ikatan (iqdah), posisi (jilsah). Khitbah berasal dari bahasa arab khathaba- yakhthabu-khathban yang artinya bicara. Orang yang mengkhithbah disebut khaathib.
Khithbah atau meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari orang laki-laki kepada orang perempuan.
    Syarat- Syarat perempuan yang dikhithbah:
1.      Perempuan itu tidak dalam posisi yang menghalanginya untuk dinikahi secara syara’.
2.      Perempuan itu tidak sedang menerima khithbah dari lelaki lain/ tidak sedang dikhithbah.
 Dalam hadist:
الْمُؤْمِنُ اَخُو الْمُؤْمِنِ فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ اَنْ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ اَخِيْهِ حَتَّى يَذَرَ
(رواه احمد و مسلم)
Artinya : orang mukmin adalah saudara orang mukmin. Maka tidak halal bagi orang mukmin meminang seorang perempuan yang sdang dipinang oleh saudaranya sehingga nyata sudah ditinggalkannya.” (Riwayat Ahmad dan Muslim).

3.      Perempuan itu tidak menjalani masa iddah, dan boleh mengkhitbahnya dengan sindiran saja.
Firman Allah;
وَلَا جُنَا حَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّساَءِ
Artinya : dan tidak ada dosa bagimu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran.
         
Hukum melihat orang yang akan dipinang menurut sebagian ulama; adalah sunnah. Berdasarkan hadis Rasulullah:
اِذَا خَطَبَ اَحَدُكَمَ الْمَرْءَةَ فَاِن اسْتَطَاعَ اَنء يَنْظُرَ مِنْهَا اِلَى يَدْعُوْ هُ اِلىَ نِكاَحِهَا فَلْيَفْعَلْ
(رواه احمد وابو داود)
Artinya : apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang perempuan, sekiranya dia dapat melihat perempuan itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertambah keinginannya pada pernikahan, maka lakukanlah.’( Riwayat Ahmad dan Abu Dawud).
          Anggota tubuh yang boleh dipandang:
1.      Menurut jumhur ulama’ yang boleh dilihat adalah wajah dan kedua telapak tangan.
2.      Menurut Abu Dawud yang boleh dilihat adalah keseluruhan tubuh perempuan yang akan dipinang.
3.      Menurut Auza’i yang boleh dilihat adalah tempat tumbuhnya daging.
     Tujuan melaksanakan Khithbah adalah Untuk mengenal dan mengetahui lebih dalam calon istri yang akan dinikah. Setelah menerima khithbah, perempuan yang telah menerima khitbah tidak ada perubahan status/ tetap belum halal dan setelah dikhithbah tidak boleh menerima khithbah orang lain.

C.     KAFA’AH (SETINGKAT)
            Kafa’ah dalam bahasa indonesia adalah seimbang, setingkat dan selaras. Kafa’ah dalam pernikahan antara laki-laki dan permpuan ada lima sifat. Dalam hadis sebuah hadis :
تَنْكَحُ اْلمَرْاَةَ  لِدِيْنِهَا وَجَمَالِهَا وَمَالِهَا وَحَسَابِهَا فَا ظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيِنِ
 (اَخْرَجَهُ الْبُخَارِ عَنْ اَبِي هُرَيَرَهْ)
Artinya : nikahilah wanita karena agamanya dan kecantikannya dan hartanya dan keturunannya maka yang lebih utama adalah agama.
            Sekufu dalam agama, cantik/tampan (fisik), kekayaan (ekonomi), dan keturunan(siklus hidup sosial). Dalam pernikahan harus sekufu dengan mempertimbangkan empat hal diatas agar dalam rumah tangga tidak ada gesekan  dan bisa menghargai satu sama lain. Yang paling utama adalah sekufu dalam hal agama, untuk yang fisik, ekonomi dan status sosial hanya diupayakan saja karena jika diwajibkan akan ada diskriminasi.

D.    PELAKSANAN NIKAH
            Rukun Nikah dan Syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing rukun:
a.       Calon suami
Syaratnya:
1.      Benar-benar laki-laki
2.      Tidak dipaksa/terpaksa
3.      Tidak dalam ihram atau umrah
4.      Islam
5.      Tidak ada hubungan mahram
b.      Calon istri
Syaratnya:
1.      Benar-benar perempuan dan tidak ada hubungan mahram.
2.      Tidak dalam masa ‘iddah.
3.      Tidak dalam ikatan pernikahan.
4.      Tidak sedang ihram atau umrah.
5.      Islam dan bukan perempuan musyrik

 Keterangan mengenai mahram:
اْلمُحَرَّمَاتْ ) Wanita-wanita yang haram dinikahi) ada dua:
1.    مُوَقَّتْ
            Mahram yang keharamannya tidak untuk selamanya . misalnya perempuan yang sedang iddah, perempuan yang ihram dan lain-lain yang mempunyai keharaman sementara.
2.    مُؤَبَّدْ
            Mahram yang keharamannya untuk selamanya.
Mahram ini dibagi lagi menjadi tiga:
a.         للنَّصْبِ : karena mertua.
b.    لِلْمُصَاهِرَةِ : karena hubungan mertua.
c.    لِلْرَضَاعِ : karena sepersusuan.
 
c.       Wali
                 Akad nikah tidak sah kecuali dengan seorang wali( dari pihak perempuan) dan dua orang saksi yang adil. Orang perempuan yang menikah harus dan wajib dengan wali.

Rasulullah bersabda:
اَيُّمَا ا مْرَاءَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ اِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلاً (اخرجه الاربعة الّا النساء)
Artinya: barang siapa diantara perempuan yang menikah tidak dengan izin walinya, maka pernikahannya batal.”  (riwayat oleh empat orang ahli hadis kecuali nasa’i)
 Dalam UU di indonesia ada pelarangan menikah tanpa wali.
Syarat -syarat wali:
1.      Harus islam. Karena orang yang tidak islam tidak sah menjadi wali.
Firman Allah dalam surat al imran ayat 28:
لاَ يَتَّخِذِ الْمُؤْ مِنُوْنَ اْلكَافِرِيْنَ اَوْلِياَء مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ
Artinya: janganah orang-orang mu’min mengambil orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.
2.      Laki-laki.
3.      Baligh dan berakal.
4.      Merdeka dan bukan hamba sahaya.
5.      Bersifat adil.
Wali ada tiga macam:
1.      Wali Nasab adalah wali yang ada hubungan darah dengan perempuan yang akan dinikahkan, yaitu ayah dari perempuan dan kakekek kandung perempuan yang akan dinikahkan.
2.      Wali Hakim adalah wali yang sudah diangkat oleh negara. Misalnya kepala KUA (penghulu).


3.      Wali Muhakkam adalah wali yang ditunjuk oleh mempelai itu semdiri.
Nama lain dari wali:
1.      Wali Mujbir adalah seorang wali yang sudah mempunyai hak pasti untuk menjadi wali. Misalnya: ayah dan kakek.
2.      Wali Adhol adalah wali yang tidak mau menjadi wali terhadap anak perempuannya sendiri.
3.      Wali Mafqud adalah wali yang tidak diketahui keberadaanya.
4.      Wali Wakil adalah wali yang diserahi oleh wali sebenarnya untuk menjadi wali untuk anaknya. Wali hakim adalah sebagai wali wakil.
d.      Saksi
Dalam hadis nabi telah dijelaskan bahwa pernikahan harus ada saksi.
 لَا نِكَاحَ اِلاَ بِوَلِيٍ وَشَاهِدَى عَدْلٍ ( رواه احمد)  
Artinya : Tidak ada nikah tnpa wali dan dua orang saksi yang adil.
     Syarat –syarat saksi:
1.      Laki-laki .
2.      Beragama islam.
3.      Akil baligh.
4.      Bisa mendengar, berbicara dan melihat.
5.      Adil
Sebab-sebab saksi diperlukan dalam pernikahan:
1.    Untuk menjaga apabila ada tuduhan polisi atau orang lain terhadap pergaulan mempelai.
2.    Untuk menguatkan janji mereka berdua, begitu pula untuk keturunannya.
e.       Akad
     Secara bahasa akad adalah sebuah perjanjian, adalah perkataan (sighot) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan terus dijawab oleh pihak suami atau sebaliknya.
     Menurut jumhur ulama’ akad sah dengan bahasa yang lain(bahasa setempat) asal mempunyai makna yang sama dan bisa dipahami oleh orang yang terlibat dalam akad tersebut karena asal lafadz akad adalah ma’qul makna, tidak semata-mata ta’abudi. Sedangkan Menurut imam Syafi’i akad harus manggunakan bahasa arab.
     Tidak sah akad kecuali dengan lafadzn nikah, tazwij atau terjemahan keduanya. Sabda  Rasulullah:
اِتَّقُوا اللهَ فِى النِّسَاءِ فَاِنَّكُمْ  اَخَذٌ تُمُوْ هُنَّ بِاَماَنَةِاللهِ وَاسْتَحْلَلْتُم فُرُوْجَهُنَّ  بِكَلِمَةِ اللهِ
(رواه مسلم)
Artinya : takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan mereka dengan kalimat Allah.” (Riwayat Muslim)
Dari hadis itu dapat diketehui bahwa yang dimaksuk kalimat Allah adalah Alquran dan di Alquran hanya disebutkan lafadz nikah dan tazwij, maka harus menggunakan kata itu dalam akad.
     Akad dilakukan dalam satu majlis, oleh karena itu tidak boleh akad melalui telfon, karena terpisah dan tidak bisa mengetahui wajah mempelai. Dan untuk masalah ini, kebanyakan ulama’ melarang.
     Dalam akad ada ijab dan ada qobul, ijab dilakukan oleh wali perempuan da qobul dilakukan oleh mempelai laki-laki, pelaksanaanya harus bersambung (tidak boleh diselingi dengan perbuatan lain).

 MAHAR (MASKAWIN)
 Jika melangsungkan pernikahan, suami wajib memberikan mahar pada isterinya, baik berupa uang, barang maupun jasa.
Firman Allah SWT:
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
Artinya ; Berikanlah maskawin  (mahar) kepada wanita (yang kamu nikai) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” ( an nisa: 4)
     Pemberian mahar bagi laki-laki namun tidak menjadi rukun. Jika tidak diberikan pada waktu akad tidak apa-apa dan tetap sah namun tetap dibayar dikemudian hari.
     Banyaknya maskawin tidak dibatasi oleh syariat islam, namun berdasar kemampuan suami. Bentuk mahar ada dua :
a.       مُشَمَى  :  Mahar yang disebutkan jenis dan jumlahnya.
b.      غَيْرُ مُشَمَى: Mahar yang tidak disebutkan jenis dan jumlahnya.

Cara pemberian mahar ada dua:
a.    جَا لًا : mahar yand disebutkan pada waktu akad dan ada wujudnya(kontan)
b.        مُؤَجَلَا : Mahar yang disebutkan pada waktu akad namun tidak ada wujudnya( kredit).
Mahar adalah hak penuh milik istri namun istri tidak boleh terlalu menuntut, dan sesuai dengan kemampuan suami. Mahar yang diberikan saat akad lebih utama dari pada saat khitbah. Karena mahar adalah tuntunan walaupun tidak mempengaruhi sah atau tidaknya pernikahan.  Kasihkanlah mahar walaupun hanya cincin dari besi (  وَلَوْ بِخَا تَمٍ مِنْ حَدِيْدٍ)

 وَلِيْمَةُ اْلعَرْشِ  ( WALIMAH)

Dasar hukum walimah adalah   اَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ...
Dengan dasar tersebut ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’:
a.       Mayoritas ulama’ menyatakan sunnah dilaksanakan setelah akad dan tidak menyimpang dari tujuan walimah.
b.      Ulama’ Dhahiriyah menyatakan bahwa walimah hukumnya wajib karena memaknai bahwa  اَوْلِمْ adalah fi’il amar yang berarti perintah. Dan perintah adalh suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.
Tujuan dan fungsi walimah:
a.       Untuk mengumumkan pada masyarakat umum serta membertitahukan pada orang lain bahwa pasangan itu telah menikah sehingga tidak terjadi fitnah.
b.      Sebagai ungkapan rasa Syukur kepada Allah SWT.
Hukum mendatangi walimah:
a.       Manurut jumhur ulama’ hukumnya adalah wajib. Wajib tersebut tergatung dari proses walimah itu sendiri.
b.      Jika shohibul bait itu mengundangnya dipilih-pilih maka tidak wajib.
c.       Jika ada udzur syar’i untuk hadir maka tidak wajib mendatangi walimah.


E.     PUTUSNYA PERKAWINAN
1.      Hal- hal yang menyebabkan putusnya perkawinan:
a.       Nusyuz/ نُشُزْ : tidak memenuhinya kewajiban ( membangkang) baik dari istri maupun suami.
Tindakan preventif yang harus dilakukan :
a.       Melakukan musyawarah dan menasehati  jika ada permasalahan.
b.      Pisah ranjang.
c.       Pukullah.
Ketiga tindakan tersebut telah dijelaskan dalam alquran.
Firman Allah:
وَلَّاَتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزهُنَّ فَعَظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ  فيِ الْمَضاَجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ
Artinya : wanita-wanita yang kamu khawatiri nusyuznya, maka nasihatilah mereka , dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.” (an nisa:34).
b.      Syiqoq/ شِقَاٌقْ: pertengkaran atau ketidakcocokan antara suami dan istri, sehingga rumah tangga tidak pernah sakinah.
Jika syiqoq dibiarkan maka akan berujung pada perceraian, oleh karena itu harus ada juru damai dari hakim dan hakam (juru damai dari pihak istri maupun pihak suami yang keduanya berwibawa).
2.      Inisiatif yang memutuskan perkawinan/ sebab-sebabnya:
a.       Atas kehendak suami : talak.
b.      Atas kehendak istri : khulu’ (خُلُعْ )/ cerai gugat.
c.       Pengadilan : rusak (فَسَدْ  )
d.      Sebab – sebab lain : ila’, Li’an, dhihar dan karena cacat.
e.       Kematian.

PENJELASAN
A.      TALAK
1.      Macam-macam talak:
a.       Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak, maka talak dibagi menjadi tiga macam:
1.      Talak sunni, yaitu talak yang dijathkan sesuai dengan tuntunan sunnah.
2.      Talak bid’i, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat talak sunni. Yang termasuk talak sunni adalah:
1.      Talak yang dijatuhkan istri pada waktu haid, baik dipermulaan maupun di pertengahannya.
2.      Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli suami ketika dalam keadaan suci.
3.      Talak bid’i wala sunni,
b.      Ditinjau dari tegas atau tidaknya kata-kata yang digunakan untuk mentalak, maka talak di bagi menjadi dua macam:
1.      Talak Sharih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai ketika kata itu diucapkan.
Menurut Imam Syafi’i , kata kata yang diguakan untuk talak sharih ada tiga yaitu: talak, firaq dan sarah
Contoh talak shorih yang dikatakan oleh suami:
Engakau saya talak sekarang juga. Engkau saya cerai sekarang juga.
Engkau saya firaq sekarang juga. Engkau saya pisahkan sekarang juga.
Engkau saya sarah sekarang juga. Engkau saya lepas sekarang juga.
2.      Talak kinayah, yaitu talak dengan menggunakan kata-kata sindiran, atau samar-samar.
Contoh ucapan talak sharih:
Engkau sekarang telah jauh dariku.
Selesaikanlah sendiri urusan-urusanmu
Janganlah engkau mendekatikulagi
Dan lain lain.
c.       Ditinjau dari segi ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istrinya, maka talak dibagi dua :
1.      Talak Raj’i: talak yang dijatuhkan suami pada istri yang pernah digauli, suami yang menjatuhkan talak boleh rujuk kembali  tanpa akad jika rujuknya dilakukan  dilakukan dalam masa iddah(massa iddah belum habis).
Talak Raj’i terjadi pada talak pertama dan kedua, berdasarkan firman Allah dalam surat al baqarah ayat 229
2.      Talak Ba’in: talak yang  diaman seorang suami tidak boleh rujuk kembali, kecuali dilakukan akad nikah baru  dan akad dilaksanakan setelah masa iddah.
Talak ba’in ada dua macam:
a.       Talak Bain Sughro: berati talak ba’in, dimana suami tidak boleh rujuk kembali kecuali dengan melakukan akad lagi dan dilakukan dalam setelah masa iddah.
b.      Talak Ba’in Kubra : talak yang dijatuhkan suami pada istrinya untuk yang ketiga kalinya, sehingga jika suami ingin kembali pada istrinya maka istri harus menikah lagi dengan laki-laki lain, telah berkumpul dan telah bercerai seccara wajar serta telah selesai menjalani masa iddah.
Berdasarkan firman Allah dalam surat Al baqarah ayat 23
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نزلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
d.      Ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak terhadap istrinya. Maka dibagi menjadi empat.
1.      Talak dengan ucapan
2.      Talak dengan tulisan
3.      Talak dengan isyarat
4.      Talak dengan utusan
2.      Rukun dan syarat talak
            Rukun adalah syarat yang harus ada dalam talak, dan terwujudnya talak tergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur tersebut. Rukun talak ada empat:
a.       Suami yang menjatuhkan talaq, Syaratnya yaitu baligh, berakal dan kehendak sendiri.
b.      Isteri yang ditalak
c.       Ucapan yang digunakan untuk mentalak.
B.       KHULUK / CERAI GUGAT (خلع/ رفع).
               Khuluk adalah permintaan cerai yang dilakukan oleh seorang istri kepada suami dengan membayar ganti rugi “ “.
               Ganti rugi wajib dibayar tetapi tidak ada ketentuan berapa besarnya. Intinya adalah membayar kembali mahar yang dahulu pernah diterima dari suami, karena pada dasarnya pernikahan adalah sebuah transaksi.
               Tujuan Khuluk adalah agar sang istri bisa meminta gugatan pada suami ketika suami semena-mena pada istri.
C.       PENGADILAN
a.       Sebab- Sebab rusaknya Perkawinan:
1.    Perkawinan yang tidak memenuhi syarat dan rukun. Jika telah diketahui maka pengadilan harus memfasakh karena tidak memenuhi syarat.
Seperti: ada hubungan mahram
2.    Suami atau istri hilang / tidak diketahui keberadaannya. Pengadilan yang memutuskan perkawinan tersebut.
3.    Ada cacat, baik cacat dari istri maupun dari suami.
Ketentuan cacat tersebut adalah:
a.       Membahayakan.
b.      Menyengsarakan.
c.       Tidak dapat memenuhi kewajiban.
Kelainan yang termasik membahaykan dan menyengsarakan adalah:
a.         Gila: misal pada laki-laki yang melakukan aniaya pada istrinya sebelum bersetubuh.
b.        Barosh : penyakit yang menjijikkan
c.         Lepra : (Aids, HIV, dan lain-lainmenyesuaikan perkembangan zaman).
Kelainan yang termasuk tidak dapat melaksanakan kewajiban adalah:
a.         Untuk laki-laki
Misal : عنة نة (impoten)  الجب  (bujel).
b.        Untuk Perempuan
Misal ;  الرتق (tertutup daging) dan القرن (tertutup tulang).
4.    Sebab –Sebab Lain:
a.       Dhihar (  ظِهاَرْ)
           Dzihar adalah ucapan seorang suami yang menyamakan punggung istrinya dengan punggung ibunya.
Seperti : اَنْتِ كَظَهْرِ اُمِّيْ  : kamu seperti ibuku.
           Jika seorang suami mengataka ucapan seperti itu dan tidak diteruskan kepada talak sampai mencapai empat bulan atau 120 hari maka pernikahannya dianggap putus jika tidak kumpul sebelum empat bulan, namun jika kumpul sebelum empat bulan maka secara tidak langsung bisa dikatakan ruju’ namun harus membayar kafarat.
           Pada zaman jahiliyah dhihar dianggap sebagai talak, kemudian diharamkan oleh agama islam serta diwajibkan membayar kafarat.
Firman Allah al mujadalah ayat 2:

Denda / kafarat yang harus dibayarkan adalah:
1.      Memerdekakan hamba sahaya/ budak.
2.      Puasa dua bulan nerturut-turut.
3.      Memberi makan 60 orang miskin.
b.      Ila ( اِيلاَءْ)
         Ila adalah sumpah suami dengan menyebut nama Allah kepada istrinya untuk tidak menggauli istrinya sendiri.
Jika hal itu terjadi, dan dalam waktu empat bulan benar-benar tidak kumpul maka dianggap putus, namun jika tetap menggauli sebelum empat bulan maka dianggap telah mencabut perkataannya dan harus membayar kafarat.
Kafaratnya adalah :
1.      Memberi makanan sepuluh orang fakir miskin.
2.      Memberi pakain sepuluh orang fakir miskin.
3.      Puasa tiga hari berturut turut.

Keterangan :
     Dhihar dan Ila’ termasuk talak ba’in sughra artinya boleh ruju’ kembali dengan melakukan akad nikah lagi. Keduanya (dihar dan Ila’) adalah ucapan dari seorang suami untuk tidak melakukan hubungan tubuh dengan istrinya. Dhihar lebih menggunakan bahasa kiasan(sindiran) sedangkan Ila’ secara terang-terangan . namun dhihar lebih menyakitkan pihak istri.  
c.     Li’an (  لِعاَنْ)
           Lian adalah sumpah suami kepada istri bahwa istrinya telah melakukan hubungan zina dengan orang lain/ seorang suami yang tidak mengakui anak yang telah dikandung istrinya ( menuduh istrinya berzina ) dengan disertai sumpah lima kali.



D.      IDDAH
1.      Pengetiannya
         Iddah adalah masa tunggu bagi perempuan yang dicerai oleh suaminya untuk bisa melakukan perkawinan lagi.
2.      Alasan mengapa ada iddah
Orang perempuan mempunyai massa iddah, karena:
a.    Untuk memberi waktu dan kesempatan pada kedua pasangan untuk merenung dan memikirkan  dia akan rujuk kembali atau tidak.
b.    Ada ketentuan lama waktu iddah, mungkin bisa menumbuhkan kesadaran untuk kembali pada istrinya jika kondisi emosional.
c.    Untuk istri yang ditinggal mati suaminya pasti mempunyai rasa kemanusiaan(bela sungkawa pada keluarga suami)
d.   Pada zaman dahulu aadalah untuk mengetahui kehamilan, namun untuk masa sekarang sudah tidak relevan lagi karena bisa dicek langsung.
3.      Masa iddah tidak untuk laki-laki
         Masa iddah hanya untuk perempuan, karena psikologi perempuan masa bisa tahan untuk hidup sendiri sedangkan bagi laki-laki kebanyakan tidak kuat hidup sendiri oleh karena itu tidak ada masa iddah karena dikhawatirkan berbuat zina.
4.      Larangan pada masa iddah
a.    Orang yang menjalani masa iddah dilarang keluar rumah dan tidak boleh berdandan kecuali ada keperluan. Dan juga dilarang bergaul di khaalayak umum/publik karena dikhawatirkan akan menarik laki-laki lain.
b.    Dilarang menerima khitbah/ lamaran dari orang lain sebelum masa iddahnya selesai.
c.    Perempuan  yang menjalani masa iddah masih menerima nafkah dan tempat tinggal dari suaminya, karena perempuan yang telah dicerai tidak bisa langsung menikah sehingga penafkahan ditanggung oleh mantan suaminya. Kecuali istri yang durhaka dan tidak ta’at pada suami.
Firman Allah dalam Alquran:
اَسْكُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ (الطلاق 6)   
Artinya: tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu.

d.   Waktu Iddah
1.    Isteri yang dicerai oleh suaminya sebelum dicampuri (qabla dukhul) maka istri tersebut tidak ada masa iddahnya atau tidak perlu masa iddah.
Firman Allah dalam surat al ahzab ayat  49:
ثُمَّ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَماَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ
Artinya:” ... ... kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali kali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu bisa menyempurnakan”.
2.    Bila perempuan yang dicerai itu belum pernah haid atau mandul atau lanjut usia dan tidak pernah haid lagi sehingga tidak mungkin hamil lagi, maka massa ‘iddahnya adalah tiga bulan au 120 hari. ( ket.satu bulan samadengan 30 hari)
3.    Bila perempuan yang dicerai dalam keadaan hamil, maka masa ‘iddahnya adalah sampai bersalin/ sampai melahirkan, baik anak yang dilahiran itu mati atau hidup.
Firman Allah dalam surat at thalaq ayat 4
وَاُولآ تُ الْاَحْمَالِ اَجَلُهُنَّ اَنْ يُضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Artinya: dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu ‘iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.
4.    Perempuan yang ditinggal mati suaminya dan dalam keadaan tidak hamil, masa ‘iddahnya empat bulan sepuluh hari.
5.    Perempuan yang ditinggal mati suaminya dan dalam keadaan hamil, ‘iddahnya adalah waktu yng paling lama.
6.    Perempuan yang dicerai dalam keadaan normal(massa suci), ‘iddahnya tiga kali quru’’.

Ada perbedaan pendapat mengenai tiga kali quru”:Imam Hanafi  mengartikan quru” adalah haid, jadi masa ‘iddahnya adalah tiga kali haidan. Setelah tiga kali haid boleh menikah lagi. Sedangkan Imam Syafi’i mengartikan quru” adalah suci, jadi masa ‘iddahnya alaha tiga kali suci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar