HUKUM ISLAM
MANUSIA
|
ALLAH
|
KEHIDUPAN
|
AGAMA
|
ALQURAN
|
HADIS
|
UNTUK MENGATUR
UMAT
|
KETEANGAN:
Allah menciptakan
manusia di bumi untuk menjalani kehidupan yang ada. Dalam menjalani kehidupan
tersebut manusia memerlukan suatu aturan / hukum yang disebut agama. Aturan
Allah terdapat dalam Alquran dan As Sunnah. Keduanya berfungsi untuk mengatur
kehidupan manusia.
Dalam ushul fiqih
al quran dan as sunnah disebut madhaadiru al ahkam( sumber-sumber hukum)
dan adilatu al ahkam ( dalil-dalil hukum).
Isi dari Al quran dan As sunnah adalah:
1.
Aqidah
2.
Hukum amaliah (ketentuan
yang mengatur perbuatan manusia)
3.
Akhlak
Ahli fiqih
membagi hukum menjadi dua :
1.
Ibadah : untuk
mengatur hubungan manusia dengan Allah
2.
Muamalah : hukum-hukum
yang mengatur dengan sanksi-sanksi, mengatur hubungan manusia dengan manusia.
Ayat-ayat yang
berkaitan dengan hukum dan hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum itu mempunyai dua
sifat ayat:
1.
Ayat-ayat yang
bersifat qath’i melahirkan syariah.
2.
Ayat-ayat yang
bersifat dzanni melahirkan fiqih.
Jadi, yang
dimaksud fiqih adalah ketentuan hukum yang dilahirkan oleh ulama’ dalam
memahami ayat-ayat tersebut.
FIQIH MUNAKAHAT
A.
PENDAHULUAN
1.
Penertian nikah
Nikah adalah akad “ ميثَاقً غَلِيْظاَ“ yang berati nilai yang
kuat ,luhur (bukan untuk sementara), agung . kokoh/kuat dan sakral.
2.
Tujuan
pernikahan
a.
Dalam surat Ar
Rum ayat 21 yang berbunyi:
ومِنْ آيَاتِهِ
أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً
وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Dan di antara
ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan
rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir” [Ar-Rum 21].
b.
UUD NO.1
Tahun1987 tentang Pernikahan:
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
3.
Prinsip
pernikahan :
a.
Untuk selamanya
b.
Atas kerelaan
kedua calon mempelai
c.
Niat untuk
ibadah
4.
Hukum Nikah
a.
Dasar hukun
Nikah
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
Artinya : maka kawinilah Perempuan-perempuan yang kamu sukai. Dua.
Tiga dan empat, tetapi kalau kamu kuatir tidak dapat berlaku adil(antara
perempuan-perempuan itu), hendaklah satu saja... (an nisa:3)
وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ
وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ
Artinya : Dan kawinilah orang-orang yang sendirian (janda) dantara
kamu dan hamba sahaya laki-laki dan perempuan yang patut.
a.
Secara umum hukum nikah ada tiga yaitu:
1.
Sunnah
orang yang akan
menikah adalah orang yang mampu secara material dan fisik /non fisik ( tidak
harus mampu segalanya namun sewajarnya saja) dan tidak terjadi kemadhorotan
jika pernikahan tidak dilakukan namun sbaiknya disunnahkan untuk menikah karena
akan meminimalisir perbuatan dosa.
2.
Haram
Orang yang tidak
mempunyai kemampuan untuk menikah dan mempunyai tujuan membuat kerusakan pada
orang lain setelah menikah maka orang tersebut haram untuk menikah.
3.
Wajib
Orang yang
dikhawatirkan terjerumus untuk melakukan perbuatan zina jika tidak segera
menikah, maka orang itu wajib untuk segera menikah.
Keterangan:
Ketiga hukum
tersebut tidak mempengaruhi pada syah atau tidaknya pernikahan namun ketiga
hukum tersebut menyangkut nilai / kwalitas pernikahan karena pernikahan
menyangkut kehidupan sampai meninggal dunia.
B.
KHITBAH/PINANGAN
Secara bahasa Khitbah adalah
aksi (fi’lah), ikatan (iqdah), posisi (jilsah). Khitbah berasal dari bahasa
arab khathaba- yakhthabu-khathban yang artinya bicara. Orang yang
mengkhithbah disebut khaathib.
Khithbah
atau meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari orang laki-laki
kepada orang perempuan.
Syarat- Syarat perempuan yang dikhithbah:
1.
Perempuan itu
tidak dalam posisi yang menghalanginya untuk dinikahi secara syara’.
2.
Perempuan itu
tidak sedang menerima khithbah dari lelaki lain/ tidak sedang dikhithbah.
Dalam hadist:
الْمُؤْمِنُ اَخُو الْمُؤْمِنِ فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ اَنْ
يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ اَخِيْهِ حَتَّى يَذَرَ
(رواه احمد و مسلم)
Artinya
: orang mukmin adalah saudara orang mukmin. Maka tidak halal bagi orang mukmin
meminang seorang perempuan yang sdang dipinang oleh saudaranya sehingga nyata
sudah ditinggalkannya.” (Riwayat Ahmad dan Muslim).
3.
Perempuan itu
tidak menjalani masa iddah, dan boleh mengkhitbahnya dengan sindiran saja.
Firman
Allah;
وَلَا جُنَا حَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ
النِّساَءِ
Artinya
: dan tidak ada dosa bagimu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran.
Hukum
melihat orang yang akan dipinang menurut sebagian ulama; adalah sunnah.
Berdasarkan hadis Rasulullah:
اِذَا خَطَبَ اَحَدُكَمَ الْمَرْءَةَ فَاِن اسْتَطَاعَ اَنء يَنْظُرَ
مِنْهَا اِلَى يَدْعُوْ هُ اِلىَ نِكاَحِهَا فَلْيَفْعَلْ
(رواه احمد وابو داود)
Artinya
: apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang perempuan, sekiranya dia
dapat melihat perempuan itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertambah
keinginannya pada pernikahan, maka lakukanlah.’( Riwayat Ahmad dan Abu Dawud).
Anggota tubuh yang boleh dipandang:
1.
Menurut jumhur
ulama’ yang boleh dilihat adalah wajah dan kedua telapak tangan.
2.
Menurut Abu Dawud
yang boleh dilihat adalah keseluruhan tubuh perempuan yang akan dipinang.
3.
Menurut Auza’i
yang boleh dilihat adalah tempat tumbuhnya daging.
Tujuan melaksanakan Khithbah adalah Untuk
mengenal dan mengetahui lebih dalam calon istri yang akan dinikah. Setelah
menerima khithbah, perempuan yang telah menerima khitbah tidak ada perubahan
status/ tetap belum halal dan setelah dikhithbah tidak boleh menerima khithbah
orang lain.
C.
KAFA’AH
(SETINGKAT)
Kafa’ah dalam
bahasa indonesia adalah seimbang, setingkat dan selaras. Kafa’ah dalam
pernikahan antara laki-laki dan permpuan ada lima sifat. Dalam hadis sebuah
hadis :
تَنْكَحُ اْلمَرْاَةَ لِدِيْنِهَا
وَجَمَالِهَا وَمَالِهَا وَحَسَابِهَا فَا ظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيِنِ
(اَخْرَجَهُ الْبُخَارِ عَنْ اَبِي
هُرَيَرَهْ)
Artinya : nikahilah wanita karena agamanya
dan kecantikannya dan hartanya dan keturunannya maka yang lebih utama adalah
agama.
Sekufu
dalam agama, cantik/tampan (fisik), kekayaan (ekonomi), dan keturunan(siklus
hidup sosial). Dalam pernikahan harus sekufu dengan mempertimbangkan empat hal
diatas agar dalam rumah tangga tidak ada gesekan dan bisa menghargai satu sama lain. Yang
paling utama adalah sekufu dalam hal agama, untuk yang fisik, ekonomi dan
status sosial hanya diupayakan saja karena jika diwajibkan akan ada diskriminasi.
D.
PELAKSANAN
NIKAH
Rukun Nikah dan
Syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing rukun:
a.
Calon suami
Syaratnya:
1.
Benar-benar
laki-laki
2.
Tidak
dipaksa/terpaksa
3.
Tidak dalam
ihram atau umrah
4.
Islam
5.
Tidak ada
hubungan mahram
b.
Calon istri
Syaratnya:
1.
Benar-benar
perempuan dan tidak ada hubungan mahram.
2.
Tidak dalam
masa ‘iddah.
3.
Tidak dalam
ikatan pernikahan.
4.
Tidak sedang
ihram atau umrah.
5.
Islam dan bukan
perempuan musyrik
Keterangan mengenai mahram:
اْلمُحَرَّمَاتْ ) Wanita-wanita yang haram dinikahi) ada dua:
1.
مُوَقَّتْ
Mahram yang keharamannya tidak untuk
selamanya . misalnya perempuan yang sedang iddah, perempuan yang ihram dan
lain-lain yang mempunyai keharaman sementara.
2.
مُؤَبَّدْ
Mahram yang keharamannya untuk
selamanya.
Mahram
ini dibagi lagi menjadi tiga:
a.
للنَّصْبِ : karena mertua.
b.
لِلْمُصَاهِرَةِ : karena hubungan mertua.
c.
لِلْرَضَاعِ :
karena sepersusuan.
c.
Wali
Akad nikah tidak sah kecuali
dengan seorang wali( dari pihak perempuan) dan dua orang saksi yang adil. Orang
perempuan yang menikah harus dan wajib dengan wali.
Rasulullah
bersabda:
اَيُّمَا ا مْرَاءَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ اِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا
بَاطِلاً (اخرجه الاربعة
الّا النساء)
Artinya:
barang siapa diantara perempuan yang menikah tidak dengan izin walinya, maka pernikahannya
batal.” (riwayat oleh empat orang ahli
hadis kecuali nasa’i)
Dalam UU di indonesia ada pelarangan menikah
tanpa wali.
Syarat
-syarat wali:
1.
Harus islam.
Karena orang yang tidak islam tidak sah menjadi wali.
Firman
Allah dalam surat al imran ayat 28:
لاَ يَتَّخِذِ الْمُؤْ مِنُوْنَ اْلكَافِرِيْنَ اَوْلِياَء مِنْ
دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ
Artinya:
janganah orang-orang mu’min mengambil orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang mukmin.
2.
Laki-laki.
3.
Baligh dan
berakal.
4.
Merdeka dan
bukan hamba sahaya.
5.
Bersifat adil.
Wali
ada tiga macam:
1.
Wali Nasab
adalah wali yang ada hubungan darah dengan perempuan yang akan dinikahkan,
yaitu ayah dari perempuan dan kakekek kandung perempuan yang akan dinikahkan.
2.
Wali Hakim
adalah wali yang sudah diangkat oleh negara. Misalnya kepala KUA (penghulu).
3.
Wali Muhakkam
adalah wali yang ditunjuk oleh mempelai itu semdiri.
Nama
lain dari wali:
1.
Wali Mujbir
adalah seorang wali yang sudah mempunyai hak pasti untuk menjadi wali.
Misalnya: ayah dan kakek.
2.
Wali Adhol adalah
wali yang tidak mau menjadi wali terhadap anak perempuannya sendiri.
3.
Wali Mafqud
adalah wali yang tidak diketahui keberadaanya.
4.
Wali Wakil
adalah wali yang diserahi oleh wali sebenarnya untuk menjadi wali untuk
anaknya. Wali hakim adalah sebagai wali wakil.
d.
Saksi
Dalam
hadis nabi telah dijelaskan bahwa pernikahan harus ada saksi.
لَا نِكَاحَ اِلاَ بِوَلِيٍ وَشَاهِدَى عَدْلٍ ( رواه احمد)
Artinya : Tidak ada nikah tnpa wali dan dua orang
saksi yang adil.
Syarat
–syarat saksi:
1. Laki-laki .
2. Beragama islam.
3. Akil baligh.
4. Bisa mendengar, berbicara dan melihat.
5. Adil
Sebab-sebab saksi diperlukan dalam pernikahan:
1. Untuk menjaga apabila ada tuduhan polisi
atau orang lain terhadap pergaulan mempelai.
2. Untuk menguatkan janji mereka berdua,
begitu pula untuk keturunannya.
e.
Akad
Secara bahasa akad adalah sebuah perjanjian,
adalah perkataan (sighot) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan terus dijawab
oleh pihak suami atau sebaliknya.
Menurut jumhur ulama’ akad sah dengan
bahasa yang lain(bahasa setempat) asal mempunyai makna yang sama dan bisa
dipahami oleh orang yang terlibat dalam akad tersebut karena asal lafadz akad
adalah ma’qul makna, tidak semata-mata ta’abudi. Sedangkan Menurut imam Syafi’i
akad harus manggunakan bahasa arab.
Tidak sah akad kecuali dengan lafadzn
nikah, tazwij atau terjemahan keduanya. Sabda Rasulullah:
اِتَّقُوا اللهَ فِى النِّسَاءِ فَاِنَّكُمْ اَخَذٌ تُمُوْ هُنَّ بِاَماَنَةِاللهِ وَاسْتَحْلَلْتُم
فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ
(رواه مسلم)
Artinya
: takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesungguhnya kamu ambil mereka
dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan mereka dengan kalimat Allah.”
(Riwayat Muslim)
Dari
hadis itu dapat diketehui bahwa yang dimaksuk kalimat Allah adalah Alquran dan
di Alquran hanya disebutkan lafadz nikah dan tazwij, maka harus menggunakan
kata itu dalam akad.
Akad dilakukan dalam satu majlis, oleh
karena itu tidak boleh akad melalui telfon, karena terpisah dan tidak bisa
mengetahui wajah mempelai. Dan untuk masalah ini, kebanyakan ulama’ melarang.
Dalam akad ada ijab dan ada qobul, ijab
dilakukan oleh wali perempuan da qobul dilakukan oleh mempelai laki-laki,
pelaksanaanya harus bersambung (tidak boleh diselingi dengan perbuatan lain).
MAHAR (MASKAWIN)
Jika melangsungkan pernikahan, suami wajib
memberikan mahar pada isterinya, baik berupa uang, barang maupun jasa.
Firman
Allah SWT:
وَآتُوا النِّسَاءَ
صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
Artinya
; Berikanlah maskawin (mahar) kepada
wanita (yang kamu nikai) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” ( an nisa:
4)
Pemberian mahar bagi laki-laki namun tidak
menjadi rukun. Jika tidak diberikan pada waktu akad tidak apa-apa dan tetap sah
namun tetap dibayar dikemudian hari.
Banyaknya maskawin tidak dibatasi oleh
syariat islam, namun berdasar kemampuan suami. Bentuk mahar ada dua :
a.
مُشَمَى : Mahar yang
disebutkan jenis dan jumlahnya.
b.
غَيْرُ مُشَمَى:
Mahar yang tidak disebutkan jenis dan
jumlahnya.
Cara pemberian mahar ada dua:
a. جَا لًا : mahar yand disebutkan pada waktu akad dan ada wujudnya(kontan)
b.
مُؤَجَلَا :
Mahar yang disebutkan pada waktu akad namun tidak ada wujudnya( kredit).
Mahar adalah hak penuh milik istri namun istri tidak boleh terlalu
menuntut, dan sesuai dengan kemampuan suami. Mahar yang diberikan saat akad
lebih utama dari pada saat khitbah. Karena mahar adalah tuntunan walaupun tidak
mempengaruhi sah atau tidaknya pernikahan.
Kasihkanlah mahar walaupun hanya cincin dari besi ( وَلَوْ بِخَا تَمٍ مِنْ
حَدِيْدٍ)
وَلِيْمَةُ اْلعَرْشِ (
WALIMAH)
Dasar
hukum walimah adalah اَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ...
Dengan
dasar tersebut ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’:
a.
Mayoritas
ulama’ menyatakan sunnah dilaksanakan setelah akad dan tidak menyimpang dari
tujuan walimah.
b.
Ulama’
Dhahiriyah menyatakan bahwa walimah hukumnya wajib karena memaknai bahwa اَوْلِمْ adalah fi’il amar yang berarti perintah. Dan perintah adalh suatu
kewajiban yang harus dilaksanakan.
Tujuan
dan fungsi walimah:
a.
Untuk
mengumumkan pada masyarakat umum serta membertitahukan pada orang lain bahwa
pasangan itu telah menikah sehingga tidak terjadi fitnah.
b.
Sebagai
ungkapan rasa Syukur kepada Allah SWT.
Hukum
mendatangi walimah:
a.
Manurut jumhur
ulama’ hukumnya adalah wajib. Wajib tersebut tergatung dari proses walimah itu
sendiri.
b.
Jika shohibul
bait itu mengundangnya dipilih-pilih maka tidak wajib.
c.
Jika ada udzur
syar’i untuk hadir maka tidak wajib mendatangi walimah.
E.
PUTUSNYA
PERKAWINAN
1.
Hal- hal yang
menyebabkan putusnya perkawinan:
a.
Nusyuz/ نُشُزْ : tidak memenuhinya
kewajiban ( membangkang) baik dari istri maupun suami.
Tindakan
preventif yang harus dilakukan :
a.
Melakukan
musyawarah dan menasehati jika ada
permasalahan.
b.
Pisah ranjang.
c.
Pukullah.
Ketiga
tindakan tersebut telah dijelaskan dalam alquran.
Firman
Allah:
وَلَّاَتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزهُنَّ فَعَظُوْهُنَّ
وَاهْجُرُوْهُنَّ فيِ الْمَضاَجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ
Artinya : wanita-wanita yang kamu khawatiri nusyuznya,
maka nasihatilah mereka , dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka.” (an nisa:34).
b. Syiqoq/ شِقَاٌقْ:
pertengkaran atau ketidakcocokan antara suami dan istri, sehingga rumah tangga
tidak pernah sakinah.
Jika syiqoq dibiarkan maka akan berujung pada
perceraian, oleh karena itu harus ada juru damai dari hakim dan hakam (juru
damai dari pihak istri maupun pihak suami yang keduanya berwibawa).
2. Inisiatif yang memutuskan perkawinan/
sebab-sebabnya:
a. Atas kehendak suami : talak.
b. Atas kehendak istri : khulu’ (خُلُعْ
)/ cerai gugat.
c. Pengadilan : rusak (فَسَدْ )
d. Sebab – sebab lain : ila’, Li’an, dhihar
dan karena cacat.
e. Kematian.
PENJELASAN
A. TALAK
1.
Macam-macam
talak:
a.
Ditinjau dari
segi waktu dijatuhkannya talak, maka talak dibagi menjadi tiga macam:
1.
Talak sunni,
yaitu talak yang dijathkan sesuai dengan tuntunan sunnah.
2.
Talak bid’i,
yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan
sunnah, tidak memenuhi syarat talak sunni. Yang termasuk talak sunni adalah:
1.
Talak yang
dijatuhkan istri pada waktu haid, baik dipermulaan maupun di pertengahannya.
2.
Talak yang
dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli suami ketika
dalam keadaan suci.
3.
Talak bid’i
wala sunni,
b.
Ditinjau dari
tegas atau tidaknya kata-kata yang digunakan untuk mentalak, maka talak di bagi
menjadi dua macam:
1.
Talak Sharih,
yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami
sebagai pernyataan talak atau cerai ketika kata itu diucapkan.
Menurut
Imam Syafi’i , kata kata yang diguakan untuk talak sharih ada tiga yaitu:
talak, firaq dan sarah
Contoh
talak shorih yang dikatakan oleh suami:
Engakau
saya talak sekarang juga. Engkau saya cerai sekarang juga.
Engkau
saya firaq sekarang juga. Engkau saya pisahkan sekarang juga.
Engkau
saya sarah sekarang juga. Engkau saya lepas sekarang juga.
2.
Talak kinayah,
yaitu talak dengan menggunakan kata-kata sindiran, atau samar-samar.
Contoh
ucapan talak sharih:
Engkau
sekarang telah jauh dariku.
Selesaikanlah
sendiri urusan-urusanmu
Janganlah
engkau mendekatikulagi
Dan
lain lain.
c.
Ditinjau dari
segi ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istrinya,
maka talak dibagi dua :
1.
Talak Raj’i:
talak yang dijatuhkan suami pada istri yang pernah digauli, suami yang
menjatuhkan talak boleh rujuk kembali
tanpa akad jika rujuknya dilakukan
dilakukan dalam masa iddah(massa iddah belum habis).
Talak
Raj’i terjadi pada talak pertama dan kedua, berdasarkan firman Allah dalam
surat al baqarah ayat 229
2.
Talak Ba’in:
talak yang diaman seorang suami tidak
boleh rujuk kembali, kecuali dilakukan akad nikah baru dan akad dilaksanakan setelah masa iddah.
Talak
ba’in ada dua macam:
a.
Talak Bain
Sughro: berati talak ba’in, dimana suami tidak boleh rujuk kembali kecuali
dengan melakukan akad lagi dan dilakukan dalam setelah masa iddah.
b.
Talak Ba’in
Kubra : talak yang dijatuhkan suami pada istrinya untuk yang ketiga kalinya,
sehingga jika suami ingin kembali pada istrinya maka istri harus menikah lagi
dengan laki-laki lain, telah berkumpul dan telah bercerai seccara wajar serta
telah selesai menjalani masa iddah.
Berdasarkan
firman Allah dalam surat Al baqarah ayat 23
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي
رَيْبٍ مِمَّا نزلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ
وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
d.
Ditinjau dari
segi cara suami menyampaikan talak terhadap istrinya. Maka dibagi menjadi
empat.
1.
Talak dengan
ucapan
2.
Talak dengan
tulisan
3.
Talak dengan
isyarat
4.
Talak dengan
utusan
2.
Rukun dan
syarat talak
Rukun adalah
syarat yang harus ada dalam talak, dan terwujudnya talak tergantung ada dan
lengkapnya unsur-unsur tersebut. Rukun talak ada empat:
a.
Suami yang
menjatuhkan talaq, Syaratnya yaitu baligh, berakal dan kehendak sendiri.
b.
Isteri yang
ditalak
c.
Ucapan yang
digunakan untuk mentalak.
B.
KHULUK / CERAI
GUGAT (خلع/ رفع).
Khuluk adalah permintaan cerai
yang dilakukan oleh seorang istri kepada suami dengan membayar ganti rugi “ “.
Ganti rugi wajib dibayar tetapi
tidak ada ketentuan berapa besarnya. Intinya adalah membayar kembali mahar yang
dahulu pernah diterima dari suami, karena pada dasarnya pernikahan adalah
sebuah transaksi.
Tujuan Khuluk adalah agar sang
istri bisa meminta gugatan pada suami ketika suami semena-mena pada istri.
C.
PENGADILAN
a.
Sebab- Sebab
rusaknya Perkawinan:
1.
Perkawinan yang
tidak memenuhi syarat dan rukun. Jika telah diketahui maka pengadilan harus
memfasakh karena tidak memenuhi syarat.
Seperti:
ada hubungan mahram
2.
Suami atau
istri hilang / tidak diketahui keberadaannya. Pengadilan yang memutuskan
perkawinan tersebut.
3.
Ada cacat, baik
cacat dari istri maupun dari suami.
Ketentuan
cacat tersebut adalah:
a.
Membahayakan.
b.
Menyengsarakan.
c.
Tidak dapat
memenuhi kewajiban.
Kelainan
yang termasik membahaykan dan menyengsarakan adalah:
a.
Gila: misal
pada laki-laki yang melakukan aniaya pada istrinya sebelum bersetubuh.
b.
Barosh :
penyakit yang menjijikkan
c.
Lepra : (Aids,
HIV, dan lain-lainmenyesuaikan perkembangan zaman).
Kelainan
yang termasuk tidak dapat melaksanakan kewajiban adalah:
a.
Untuk laki-laki
Misal
: عنة نة (impoten) الجب (bujel).
b.
Untuk Perempuan
Misal
; الرتق (tertutup daging) dan القرن (tertutup tulang).
4.
Sebab –Sebab
Lain:
a.
Dhihar ( ظِهاَرْ)
Dzihar adalah ucapan seorang suami yang menyamakan punggung
istrinya dengan punggung ibunya.
Seperti
: اَنْتِ كَظَهْرِ
اُمِّيْ : kamu
seperti ibuku.
Jika seorang suami mengataka ucapan
seperti itu dan tidak diteruskan kepada talak sampai mencapai empat bulan atau
120 hari maka pernikahannya dianggap putus jika tidak kumpul sebelum empat
bulan, namun jika kumpul sebelum empat bulan maka secara tidak langsung bisa
dikatakan ruju’ namun harus membayar kafarat.
Pada zaman jahiliyah dhihar dianggap
sebagai talak, kemudian diharamkan oleh agama islam serta diwajibkan membayar
kafarat.
Firman
Allah al mujadalah ayat 2:
Denda
/ kafarat yang harus dibayarkan adalah:
1.
Memerdekakan
hamba sahaya/ budak.
2.
Puasa dua bulan
nerturut-turut.
3.
Memberi makan
60 orang miskin.
b.
Ila ( اِيلاَءْ)
Ila adalah sumpah suami dengan menyebut nama Allah kepada istrinya untuk
tidak menggauli istrinya sendiri.
Jika
hal itu terjadi, dan dalam waktu empat bulan benar-benar tidak kumpul maka
dianggap putus, namun jika tetap menggauli sebelum empat bulan maka dianggap
telah mencabut perkataannya dan harus membayar kafarat.
Kafaratnya
adalah :
1.
Memberi makanan
sepuluh orang fakir miskin.
2.
Memberi pakain
sepuluh orang fakir miskin.
3.
Puasa tiga hari
berturut turut.
Keterangan
:
Dhihar dan Ila’ termasuk
talak ba’in sughra artinya boleh ruju’ kembali dengan melakukan akad nikah lagi.
Keduanya (dihar dan Ila’) adalah ucapan dari seorang suami untuk tidak
melakukan hubungan tubuh dengan istrinya. Dhihar lebih menggunakan bahasa
kiasan(sindiran) sedangkan Ila’ secara terang-terangan . namun dhihar lebih
menyakitkan pihak istri.
c.
Li’an ( لِعاَنْ)
Lian
adalah sumpah suami kepada istri bahwa istrinya telah melakukan hubungan zina
dengan orang lain/ seorang suami yang tidak mengakui anak yang telah dikandung
istrinya ( menuduh istrinya berzina ) dengan disertai sumpah lima kali.
D.
IDDAH
1.
Pengetiannya
Iddah adalah masa tunggu bagi perempuan
yang dicerai oleh suaminya untuk bisa melakukan perkawinan lagi.
2.
Alasan mengapa
ada iddah
Orang
perempuan mempunyai massa iddah, karena:
a.
Untuk memberi
waktu dan kesempatan pada kedua pasangan untuk merenung dan memikirkan dia akan rujuk kembali atau tidak.
b.
Ada ketentuan
lama waktu iddah, mungkin bisa menumbuhkan kesadaran untuk kembali pada
istrinya jika kondisi emosional.
c.
Untuk istri
yang ditinggal mati suaminya pasti mempunyai rasa kemanusiaan(bela sungkawa
pada keluarga suami)
d.
Pada zaman
dahulu aadalah untuk mengetahui kehamilan, namun untuk masa sekarang sudah
tidak relevan lagi karena bisa dicek langsung.
3.
Masa iddah
tidak untuk laki-laki
Masa iddah hanya untuk perempuan,
karena psikologi perempuan masa bisa tahan untuk hidup sendiri sedangkan bagi
laki-laki kebanyakan tidak kuat hidup sendiri oleh karena itu tidak ada masa
iddah karena dikhawatirkan berbuat zina.
4.
Larangan pada
masa iddah
a.
Orang yang
menjalani masa iddah dilarang keluar rumah dan tidak boleh berdandan kecuali
ada keperluan. Dan juga dilarang bergaul di khaalayak umum/publik karena
dikhawatirkan akan menarik laki-laki lain.
b.
Dilarang
menerima khitbah/ lamaran dari orang lain sebelum masa iddahnya selesai.
c.
Perempuan yang menjalani masa iddah masih menerima
nafkah dan tempat tinggal dari suaminya, karena perempuan yang telah dicerai
tidak bisa langsung menikah sehingga penafkahan ditanggung oleh mantan
suaminya. Kecuali istri yang durhaka dan tidak ta’at pada suami.
Firman Allah dalam Alquran:
اَسْكُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ
وُجْدِكُمْ (الطلاق 6)
Artinya: tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu.
d.
Waktu Iddah
1.
Isteri yang
dicerai oleh suaminya sebelum dicampuri (qabla dukhul) maka istri tersebut
tidak ada masa iddahnya atau tidak perlu masa iddah.
Firman Allah dalam surat al ahzab ayat 49:
ثُمَّ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَماَلَكُمْ
عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ
Artinya:” ... ... kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya, maka sekali kali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu
bisa menyempurnakan”.
2.
Bila perempuan
yang dicerai itu belum pernah haid atau mandul atau lanjut usia dan tidak
pernah haid lagi sehingga tidak mungkin hamil lagi, maka massa ‘iddahnya adalah
tiga bulan au 120 hari. ( ket.satu bulan samadengan 30 hari)
3.
Bila perempuan
yang dicerai dalam keadaan hamil, maka masa ‘iddahnya adalah sampai bersalin/
sampai melahirkan, baik anak yang dilahiran itu mati atau hidup.
Firman Allah dalam surat at thalaq ayat 4
وَاُولآ تُ الْاَحْمَالِ اَجَلُهُنَّ اَنْ يُضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Artinya: dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu ‘iddah mereka
itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.
4.
Perempuan yang
ditinggal mati suaminya dan dalam keadaan tidak hamil, masa ‘iddahnya empat
bulan sepuluh hari.
5.
Perempuan yang
ditinggal mati suaminya dan dalam keadaan hamil, ‘iddahnya adalah waktu yng
paling lama.
6.
Perempuan yang
dicerai dalam keadaan normal(massa suci), ‘iddahnya tiga kali quru’’.
Ada perbedaan pendapat mengenai tiga kali quru”:Imam Hanafi mengartikan quru” adalah haid, jadi masa
‘iddahnya adalah tiga kali haidan. Setelah tiga kali haid boleh menikah lagi.
Sedangkan Imam Syafi’i mengartikan quru” adalah suci, jadi masa ‘iddahnya alaha
tiga kali suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar